Tugas Praktikum Kimia Farmasi Analisis I
Nama : Tya Nur Salma Zafirah
NPM : 260110070069
Hari Praktikum : Selasa
1. Golongan Alkohol
a. Etanol
Efek Farmakologis
Etanol dan juga isopropanolol pada kadar 60-80% dalam air berkhasiat bakterisid dan fungisid kuat; bekerjanya cepat (efektif dalam 2 menit). Spektrum kerjanya meliputi kuman gram-positif dan gram-negatif, termasuk basil tbc, tetapi tidak efektif terhadap spora. Terhadap virus, misalnya hepatitis B dan enterovirus, dibutuhkan konsentrasi yang relatif lebih tinggi (80-90%) dan dalam lingkungan basa. Konsentrasi optimal untuk daya bakterisid adalah 70%, diatasnya menjadi kurang efektif karena persentase air terlalu sedikit untuk membasahkan kuman; hal ini membuatnya kurang peka bagi daya bakterisid etanol.
Disamping itu etanol juga memiliki daya kerja adstringen, oleh karenanya digunakan dalam lotion anti-keringat. Juga seringkali digunakan sebagai zat pembantu pada sediaan farmasi (Tjay, et. al., 2007).
Peranan di bidang farmasi
Sebagai pelarut, zat tambahan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
b. Gliserin
Efek Farmakologis
Gliserin digunakan sebagai sediaan rektal untuk segera mengosongkan usus besar. Secara rektal zat ini praktis tidak diserap, sedangkan daya kerjanya sudah tampak setelah 15-30 menit. Kadar yang tinggi dalam suppositoria dapat menimbulkan iritasi lokal (Tjay, et. al., 2007).
Peranan di bidang farmasi
Sebagai zat tambahan (FI III 1979 hal 271), bertindak sebagai humektan, mencegah krim dan salep dari kering, sebagai pemanis, agen emulsifying baik itu memiliki kemampuan untuk menjaga partikel larut dari campuran berseragam dispersi, mencegah presipitasi atau pengendapan partikel tak terpecahkan, bahan dalam larutan alkohol dan obat penyakit, obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol, Pengobatan telinga dan media pembiakan bakteri, turunannya digunakan sebagai obat penenang, krim dan lotion untuk menjaga kehalusan dan kelembutan kulit, bahan dasar pembentukan pasta gigi, sehingga diperoleh kehalusan, viskositas dan kilauan yang diinginkan.
c. Mentol
Efek Farmakologis
Hasil penelitian farmakologi terhadap mentol menghasilkan sensasi dingin ketika kontak dengan membran mukosa (nostril, bibir dan kelopak mata) dan juga ketika ditelan. Suatu senyawa yang telah dikenal sebagai aditif, misalnya, dalam aroma makanan dan produk higienis oral. Hal ini dikarenakan mentol tersebut menghasilkan sensasi dingin pada mulut, dan juga karena memiliki rasa dan bau mint yang menyegarkan. Efek pendinginan mentol tersebut adalah karena aksi mentol pada ujung-ujung syaraf tubuh manusia yang mendeteksi rangsangan panas dan dingin. Khususnya, mentol dipercaya dapat mengaktifkan reseptor-reseptor dingin pada ujung-ujung syaraf. Akan tetapi, penggunaan mentol terbentur oleh bau mint yang sangat kuat dan relatif mudah menguap (bersifat volatil). Efek farmakologis lain sebagai astringent, antipiretik, carminative, antispasmodika, dapat mengobati ayan, karminatif, bronkitis, batuk, masuk angin, gangguan haid, radang lambung, diare, pusing, sesak napas, insomnia dan diaforetik.
Peranan di bidang farmasi
Senyawa-senyawa semacam ini memiliki aplikasi dalam berbagai bidang, khususnya pada produk higienis oral dan tubuh serta aroma makanan. Sebagai Bedak menthol anti-bakteri melindungi kulit :
- Mencegah dan menghilangkan iritasi kulit.
- Menghilangkan bau badan dan menyerap keringat
- Menyejukan dan menyegarkan.
- Membantu menghilangkan jerawat
- Melindungi dari bakteriapengganggu agar kulit tetap sehat, segar dan harum.
2. Golongan Fenol
a. Fenol
Efek Farmakologis
Dalam kadar 0,01-1%, fenol bersifat bakteriostatik. Larutan 1,6% bersifat bakterisid, yang dapat mengadakan koagulasi protein. Ikatan fenol dengan protein mudah lepas, sehingga fenol dapat berpenetrasi kedalam kulit utuh. Larutan 1,3% bersifat fungisid, berguna untuk sterilisasi eksreta dan alat kedokteran. Terhadap mukosa saluran cerna dan mulut, bahah ini bersifat kaustik dan korosif. Terhadap SSP menyebabkan eksitasi disusul depresi (Dept.Farmakologi dan Teurapeutik, 2008).
Peranan di bidang Farmasi
Fenol merupakan merupakan zat pembaku daya antiseptik obat lain sehingga daya antiseptik dinyatakan dengan koefisien fenol. Obat ini bukan antiseptik yang kuat. Banyak obat lain yang mempunyai daya antiseptik yang lebih kuat(Tjay, et. al., 2007).
Dalam kadar 0,01-1% fenol bersifat bakteriostatis. Larutan 1,6% bersifat bakterisid, yang dapat mengadakan koagulasi protein. Ikatan fenol dengan protein mudah lepas, sehingga fenol dapat berpenetrasi ke dalam kulit utuh. Larutan 1,3% bersifat fungisid, berguna untuk sterilisasi ekskreta dan alat kedokteran(Tjay, et. al., 2007).
b. Nipagin (Metiloksibenzoat)
Efek farmakologis
Mekanisme kerja senyawa nipagin adalah dengan menghilangkan permebilitas membran sehingga isi sitoplasma keluar dan menghambat sistem transport elekrolit yang lebih efektif terhadap kapang dan khamir dibandingkan terhadap bakteri, serta lebih efektif menghambat bakteri Gram posistif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif (7,8,15). Paraben terabsorbsi dalam saluran cerna di mana rantai esternya dihidrolisis dalam hati dan ginjal menghasilkan asam p-hidroksibenzoat yang diekskresi melalui urine sebagai asam p-hidroksihipurat, ester asam glukoronat atau sulfat. Pada beberapa orang menyebabkan efek alergi, terutama pada kulit dan mulut. Metilparaben (metil p-hidroksibenzoat, metil-4-hidroksibenzoat) disebut juga sebagai nipagin dapat dikonsumsi sampai 10 mg/kg bobot badan untuk setiap harinya, dengan LD50 secara oral dalam propilen glikol untuk tikus lebih dari 8000 mg/kg bobot badan. Batas maksimum penggunaan pada selai dan jeli dengan pemanis buatan sampai 1 g/kg (0,1 %) baik digunakan secara tunggal maupun berupa campuran dengan asam benzoat atau garamnya, atau dengan asam sorbat dan kalium sorbat (1,2,3,6).
Peranan di Bidang farmasi
1) Preservatif (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979).
2) Sebagai zat pengawet yang dirasa baik agar sediaan tidak menjadi tempat pertumbuhan bakteri.
c. Hidrokinon
Efek Farmakologis
Hidrokuinon merupakan demelanizing agent. Demelanizing agent adalah suatu zat untuk menyebabkan keadaan depigmentasi kulit. Hidrokuinon digunakan untuk mengurangi keadaan hiperpigmentasi kulit.
Mekanisme kerjanya adalah hambatan oksidasi enzimatik tirosin menjadi 3,4-dihidroksifenilalanin sehingga akan menghambat biosintesis melanin. Hambatan yang diberikan oleh hidrokuinon sifatnya reversibel, sedangkan monobenzon hambatannya bersifat irreversibel.
Obat ini diindikasikan untuk pemutihan kulit (bleaching) pada keadaan hiperpigmentasi karena melasma, bintik berwarna gelap dimuka (freckles) atau bintik/bercak hitam karena paparan sinaran matahari (Dept.Farmakologi dan Teurapeutik, 2008).
Peranan dalam Bidang Farmasi
Dalam bidang farmasi, Hidrokuinon digunakan sebagai zat aktif dalam sediaan farmasi kosmetika. Hidrokuinon yang digunakan dalam jumlah terbatas.
d. Resorsinol
Efek Farmakologis
Sifat obat ini mirip fenol, berefek bakterisid dan fungisisd. Dalam klinik digunakan untuk mengobati infeksi jamur di kulit, eksem, psoriasis dan dermatitis seboroik. Resorsinol bersifat keratolitik dan iritan ringan (Dept.Farmakologi dan Teurapeutik, 2008).
Penerapan di bidang Farmasi
Secara eksternal dipakai sebagai suatu antiseptik dan disinfektan, dan digunakan 5 hingga 10% dalam salep dalam pengobatan penyakit kulit kronis, seperti psoriasis dan eksim dari sub-akut karakter. Resorcinol hadir dalam over-the-counter pengobatan jerawat topikal pada konsentrasi 2% atau kurang, dan dalam resep pengobatan pada konsentrasi yang lebih tinggi. Larutan resorcinol (25-35 g / kg) berguna dalam menghilangkan gatal-gatal eksim erythematous. Resorcinol dapat dimasukkan sebagai agen anti-ketombe di sampo atau kosmetik tabir surya. Senyawa ini juga telah digunakan dalam pengobatan ulkus lambung dalam dosis 125-250 mg dalam pil, dan sebagai analgesik dan haemostatic. Resorcinol adalah salah satu bahan aktif utama dalam produk seperti Resinol dan Vagisil.
Resorcinol juga digunakan sebagai perantara kimia untuk sintesis obat-obatan dan senyawa organik lainnya. Ini digunakan dalam produksi diazo pewarna dan plasticizers dan sebagai penyerap UV dalam resin. Sebuah penggunaan resorcinol muncul sebagai template supramolekul molekul dalam kimia. -OH pada resorcinol kelompok membentuk ikatan hidrogen molekul menargetkan menahan mereka dalam orientasi yang tepat untuk reaksi. Banyak reaksi-reaksi seperti yang dapat dilakukan dalam keadaan padat sehingga mengurangi atau menghilangkan penggunaan pelarut yang dapat membahayakan lingkungan.
Resorcinol adalah reagen untuk analisis kualitatif dari ketoses (Uji Seliwanoff).
Resorcinol bereaksi dengan formaldehida membentuk resin termoset, yang dapat membentuk dasar dari sebuah Aerogel.
3. Golongan asam karboksilat
a. Asam tartrat
Efek farmakologis
Asam tartrat adalah racun otot, yang bekerja dengan menghambat produksi asam malic, dan dalam dosis tinggi menyebabkan kelumpuhan dan kematian.
Penerapan di Bidang Farmasi
Asam tartrat digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan sebagai antioksidan dengan nomor E E334, tartrates aditif lain melayani sebagai antioksidan atau emulsifier. Asam tartrat memainkan peranan penting secara kimia, menurunkan pH fermentasi "harus" ke tingkat di mana banyak bakteri busuk yang tidak diinginkan tidak dapat hidup, dan bertindak sebagai pengawet setelah fermentasi. Dalam mulut, asam tartrat menyediakan beberapa kegetiran dalam anggur, walaupun sitrat dan asam malic juga memainkan peran.
b. Asetosal
Efek Farmakologis
Disamping khasiat analgetis dan antiradangnya (pada dosis tinggi), obat antinyeri tertua ini (Gerhardt, 1853-holfman, 1897) pada dosis rendah berkhasiat merintangi penggumpalan trombosit. Dewasa ini, asetosal adalah obat yang paling banyak digunakan dengan efek terbukti pada prevensi trombosis arteriil. Sejak akhir tahun 1980-an, asam ini mulai banyak digunakan untuk prevensi sekunder dari infark otak dan jantung. Keuntungannya banyak dibandingkan antikoagulansia untuk indikasi ini, antara lain kerjanya cepat sekali dan dosisnya lebih mudah diregulasi. Lagi pula pasien tidak perlu dimonitor waktu protrombin dalam darahnya. Terdapat pula beberapa indikasi bahwa asetosal, seperti NSAIDs lainnya, bersifat melindungi terhadap kanker usus besar.
Asetosal juga digunakan pada dosis rendah untuk gangguan kardiovaskular berikut:
- Prevensi sekunder dari TIA (Transit Ischaemic Attack), yakni kehilangan kesadaran selewat akibat gangguan sirkulasi di otak.
- Terapi angina pektoris instabil
- Pasca pembedahan bypass (Tjay, et. al., 2007).
Peranan dalam Bidang Farmasi
Metil salisilat(minyak wintergreen) hanya digunakan sebagai obat luar dalam bentuk salep atau linimen dan dimaksudkan sebagai counter irritant bagi kulit. Asam salisilat berbentuk bubuk digunakan sebagai keratolitik dengan dosis tergantung dari penyakit yang akan diobati.
c. Asam Benzoat
Efek Farmakologis
Asam ini dan ester hidroksinya dalam konsentrasi 0,1% berkhasiat fungisitas dan bakteriostatis lemah. Biasanya zat ini digunakan bersamaan dengan asam salisilat. Juga sebagai zat pengawet untuk bahan makanan, minuman (0,5-1 mg/ml) dan krem (1-5 mg/ml). Daya pengawet hanya efektif pada pH di bawah 5 (Tjay, et. al., 2007).
Peranan dalam Bidang Farmasi
Kombinasi asam benzoate dan asam slaisilat dalam perbandingan 2 :1 (biasanya 6% dan 3%) ini dikenal sebagai salep whitefield. Asam benzoate memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik(Tjay, et. al., 2007).
Rabu, 21 Oktober 2009
potensi antibiotik dua dosis
PENENTUAN POTENSI SAMPEL ANTIBIOTIKA DI PASARAN TERHADAP ANTIBIOTIKA STANDAR
I. TUJUAN
Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika di pasaran terhadap antibiotika standar.
II. PRINSIP
Membandingkan lebar diameter hambat ( zona bening) yang dihasilkan oleh antibiotika di pasaran terhadap standar.
III. TEORI
Antibiotika atau antimikroba ialah zat-zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama golongan fungi (jamur), yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Suatu obat antibiotika yang ideal menunjukkan toksisitas yang selektif. Istilah ini berarti bahwa obat tersebut haruslah bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis (dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi) terhadap hospes (Setiabudi, 1995).
Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya kuinolon). Antibiotika yang akan digunakan untuk membunuh mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang tinggi.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotika yang menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotika tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudi, 1995).
Berdasarkan perbedaan sifatnya antibiotika dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antibiotika spektrum luas cenderung menimbulkan resistensi. Dilain pihak pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotika yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik (Setiabudi, 1995).
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotika dibagi dalam 4 kelompok :
a) Kerja antibiotika melalui penghambatan sintesis dinding sel, seperti Basitrasin, Sefalosporin, Sikloserin, Penisilin, Vankomisin.
b) Kerja antibiotika melalui pengambatan fungsi membrane sel, seperti: Amfoterisin B, Kolistin, Imidazol, Nistatin, Polimiksin.
c) Kerja antibiotika melalui penghambatan sintesis asam nukleat, seperti: Novobiosin, Pirimetamin, Sulfonamid, Trimetropin (Setiabudi, 1995).
Berdasarkan sasaran kerja dikelompokkan kepada:
a) Antibiotika yang bekerja terhadap bakteri basil Gram positif, yaitu:
• Penisilin semi sintetik yang resisten terhadap penisilinase, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan.
• Makrolida basitrasin, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
b) Antibiotika yang efektif terhadap basil aerob Gram negatif, yaitu:
• Aminoglikosida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
• Polymiksin
c) Antibiotika yang relatif memiliki spektrum kerja yang luas (terhadap basil Gram negatif dan positif), yaitu:
• Ampisilin
• Sefalosporin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri (Setiabudi, 1995).
Rifampisin
Rifampisin merupakan senyawa antimikroba yang sampai saat ini masih menjadi pilihan sebagai obat anti TB (Tuberculosis). Dalam sediaan, rifampisin sering dikombinasikan dengan INH dan etambutol untuk mencapai efek farmakologi yang lebih baik. Bentuk sediaan yang banyak ditemukan diperdagangan umumnya tablet, kapsul atau kaplet, baik tunggal maupun kombinasi. Efek farmakologi rifampisin sebagai anti tuberkulotik berlangsung melalui mekanisme kerja penghambatan polimerase RNA yang bergantung pada DNA bakteri. Spektrum kerjanya luas, disamping terhadap mikobakteri, juga efektif terhadap sejumlah bakteri gram positif dan negatif (Mutschler, 1996).
Suhu lebur rifampisin adalah 183-188oC (dengan metode pipa kapiler). Analisis termal menggunakan DSC dengan kecepatan pemanasan 10oC per menit, teramati adanya puncak kurva endotermik pada suhu 193oC. Suhu tersebut adalah suhu lebur rifampisin, yang segera diikuti dengan kurva eksotermik akibat rekristalisasi leburan, kemudian dekomposisi eksotermik pada suhu sekitar 240oC (Henwood, 2000).
Dalam larutan basa rifampisin mudah teroksidasi dengan adanya oksigen atmosfer. Reaksi ini dapat dicegah dengan penambahan natrium askorbat sebagai anti oksidan. Disimpan dalam wadah tidak tembus cahaya, tertutup rapat terlindung dari panas berlebihan (Florey, 1976).
Suatu antibiotika perlu ditentukan potensinya karena efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga meningkatkan pula efek resistensi berbagai mikroba patogen. Efektivitas daya hambat atau daya bunuh antimikroba sangat tergantung pada jumlah dan kekuatan zat aktifnya (singgih, 2007).
Kadar merupakan jumlah per satuan berat/volume. Potensi merupakan ukuran kekuatan / daya hambat atau daya bunuh zat aktif terhadap mikroorganisme tertentu. Berdasarkan farmakope indonesia edisi IV (1995), estimasi dari potensi antibiotik melalui perbandingan langsung antara sampel (antibiotik uji) dengan antibiotik standar yang telah disahkan penggunaannya, terkalibrasi dengan baik, dan umum digunakan sebagai rujukan. Tujuan diadakannya uji potensi antibiotik ini sebagai standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya kativitas (potensi) antibiotik terhadap efek daya hambatnya pada mikroba (Singgih, 2007).
Metode umum dalam uji potensi antibiotik antara lain :
1. Metode lempeng (silinder/kertas cakram)
Metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu. Sediaan antibiotika menghambat pertumbuhan mikroba yang ada pada lempeng agar (Singgih, 2007).
2. Metode turbidimetri
Hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serbasama antibiotik, dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik metode turbidimetri dilakukan pada sampel yang sulit larut dalam air, contohnya : gramisidin (Singgih, 2007).
Bacillus Subtilis
Pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop nampak Bacillus subtilis berbentuk basil (batang) dan merupakan bakteri gram positif. Jenis ini memiliki endospora yang letaknya di tengah. Bacillus subtilis merupakan bakteri yang berbentuk batang yang Gram-positif. Bakteri ini tersusun atas peptidoglycan, yang merupakan polimer dari sugars dan asam amino. Peptidoglycan yang yang ditemukan di bakteri yang dikenal sebagai murein. Sel membentuk tembok penghalang antara lingkungan dan bakteri sel yang berguna untuk mempertahankan bentuk sel dan withstanding sel yang tinggi internal tekanan turgor (Fajriana, 2008).
Habitat endospora bakteri ini adalah tanah. Mikroba tersebut dalam bentuk spora yang kekurangan nutrisi. Organisme ini dapat menghasilkan antibiotik selama sporulation. Contohnya polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacillin. Banyak dari mikroba Bacillus dapat menurunkan Polymers seperti protein, pati, dan pektin, sehingga bakteri ini merupakan penyumbang penting kepada siklus karbon dan nitrogen. Akan tetapi apabila terkontaminasi, dapat menyebabkan pembusukan. Berdasarkan pewarnaan sel vegetatif didapatkan warna kemerahan dan warna endosporanya adalah hijau (Fajriana, 2008).
Klasifikasi Bacillus subtilis.
Kingdom : Bakteri
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Order : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis (Fajriana, 2008)
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
• Tabung reaksi besar
• Cawan petri
• Rak tabung
• Volum pipet 1 ml dan 10 ml
• Botol vial
• Kompor spiritus
• Spatel
• Pinset
• Mikropipet
• Perforator
• Inkubator
• Jangka sorong
Bahan :
• Rifampisin standar
• Rifampisin sampel
• Suspensi bakteri Bacillus Subtilis
• Aquades steril
• Larutan desinfektan
V. PROSEDUR
VI. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Tabel Pengamatan
Cawan Petri Sampel (mm) Baku (mm)
SR ST BR BT
I 1,521 2,065 1,55 1,88
II 1,565 2,265 1,42 2,05
III 1,5825 1,985 1,575 2,14
Jumlah 4,6685 6,315 4,545 6,07
Rata -rata 1,5562 2,105 1,515 2,023
Perhitungan
Perhitungan yang diinginkan log 2
Konsentrasi Rifampisin dalam botol vial = 1000 g
Konsentrasi yang diinginkan dalam tabung reaksi 1 = 100 g
V1 . N1 = V2 . N2
1 ml . 1000 g = V2 . 500 g
V2 = 2mL (Volume Rifampisin yang diambil dari botol vial 1 ml + 1 ml aquades)
Konsentrasi yang diinginkan dalam tabung reaksi 2 = 50 g
V1 . N1 = V2 . N2
1ml . 100 g = V2 . 50 g
V2 = 2 mL (Volume rifampisin yang diambil dari tabung reaksi 1 sebanyak 1 ml + 1ml aquades)
PERHITUNGAN POTENSI
log θ = 0,035
θ = x 100%
Jadi potensi tetrasiklin 2 terhadap baku adalah %
VII. PEMBAHASAN
VIII. KESIMPULAN
IX. DAFTAR PUSTAKA
Setiabudi.1995.Pengantar Antimikroba. Jakarta: Gaya Baru
Florey, K., 1976, Analytical Profiles of Drugs Substances, volume V, Academic Press, New York,
San Francisco, London, 470 – 505.
Henwood, S.Q., M. M. De Villeiers, W. Liebenberg, A.P. Lötter, 2000, Solubility and dissolution
properties of generic rifampicin raw material, Drug Development and Industrial
Pharmacy, Vol 26 No.4, 403-408.
Mutschler E., 1996, Arzneimittelwirkungen, 7 neu bearbeitete Auflage, Wissenschaftliche
Verlagsgeselschaft mbH Stuttgart, 702-703.
Rizki fajriana http://qi206.wordpress.com/ 2008
Singgih, Maria. 2007. Uji pootensi antibiotik. http://digilib.si.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-1990-sudding-1734
LAMPIRAN
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 3
I. TUJUAN
Menentukan besarnya potensi sampel antibiotika di pasaran terhadap antibiotika standar.
II. PRINSIP
Membandingkan lebar diameter hambat ( zona bening) yang dihasilkan oleh antibiotika di pasaran terhadap standar.
III. TEORI
Antibiotika atau antimikroba ialah zat-zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama golongan fungi (jamur), yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Suatu obat antibiotika yang ideal menunjukkan toksisitas yang selektif. Istilah ini berarti bahwa obat tersebut haruslah bersifat sangat toksis untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksis (dalam konsentrasi yang dapat ditoleransi) terhadap hospes (Setiabudi, 1995).
Banyak antibiotika saat ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. Namun dalam prakteknya antibiotika sintetik tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya kuinolon). Antibiotika yang akan digunakan untuk membunuh mikroba, penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki sifat toksisitas selektif yang tinggi.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotika yang menghambat pertumbuhan mikroba dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotika tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Setiabudi, 1995).
Berdasarkan perbedaan sifatnya antibiotika dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu berspektrum sempit dan berspektrum luas. Antibiotika spektrum luas cenderung menimbulkan resistensi. Dilain pihak pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui diperlukan antibiotika yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik (Setiabudi, 1995).
Berdasarkan mekanisme kerjanya antibiotika dibagi dalam 4 kelompok :
a) Kerja antibiotika melalui penghambatan sintesis dinding sel, seperti Basitrasin, Sefalosporin, Sikloserin, Penisilin, Vankomisin.
b) Kerja antibiotika melalui pengambatan fungsi membrane sel, seperti: Amfoterisin B, Kolistin, Imidazol, Nistatin, Polimiksin.
c) Kerja antibiotika melalui penghambatan sintesis asam nukleat, seperti: Novobiosin, Pirimetamin, Sulfonamid, Trimetropin (Setiabudi, 1995).
Berdasarkan sasaran kerja dikelompokkan kepada:
a) Antibiotika yang bekerja terhadap bakteri basil Gram positif, yaitu:
• Penisilin semi sintetik yang resisten terhadap penisilinase, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan.
• Makrolida basitrasin, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
b) Antibiotika yang efektif terhadap basil aerob Gram negatif, yaitu:
• Aminoglikosida, bekerja dengan menghambat sintesis protein dari bakteri.
• Polymiksin
c) Antibiotika yang relatif memiliki spektrum kerja yang luas (terhadap basil Gram negatif dan positif), yaitu:
• Ampisilin
• Sefalosporin, bekerja dengan menghambat sintesis peptidoglikan serta mengaktifkan enzim autolisis pada dinding sel bakteri (Setiabudi, 1995).
Rifampisin
Rifampisin merupakan senyawa antimikroba yang sampai saat ini masih menjadi pilihan sebagai obat anti TB (Tuberculosis). Dalam sediaan, rifampisin sering dikombinasikan dengan INH dan etambutol untuk mencapai efek farmakologi yang lebih baik. Bentuk sediaan yang banyak ditemukan diperdagangan umumnya tablet, kapsul atau kaplet, baik tunggal maupun kombinasi. Efek farmakologi rifampisin sebagai anti tuberkulotik berlangsung melalui mekanisme kerja penghambatan polimerase RNA yang bergantung pada DNA bakteri. Spektrum kerjanya luas, disamping terhadap mikobakteri, juga efektif terhadap sejumlah bakteri gram positif dan negatif (Mutschler, 1996).
Suhu lebur rifampisin adalah 183-188oC (dengan metode pipa kapiler). Analisis termal menggunakan DSC dengan kecepatan pemanasan 10oC per menit, teramati adanya puncak kurva endotermik pada suhu 193oC. Suhu tersebut adalah suhu lebur rifampisin, yang segera diikuti dengan kurva eksotermik akibat rekristalisasi leburan, kemudian dekomposisi eksotermik pada suhu sekitar 240oC (Henwood, 2000).
Dalam larutan basa rifampisin mudah teroksidasi dengan adanya oksigen atmosfer. Reaksi ini dapat dicegah dengan penambahan natrium askorbat sebagai anti oksidan. Disimpan dalam wadah tidak tembus cahaya, tertutup rapat terlindung dari panas berlebihan (Florey, 1976).
Suatu antibiotika perlu ditentukan potensinya karena efek penggunaan antimikroba yang meningkat, sehingga meningkatkan pula efek resistensi berbagai mikroba patogen. Efektivitas daya hambat atau daya bunuh antimikroba sangat tergantung pada jumlah dan kekuatan zat aktifnya (singgih, 2007).
Kadar merupakan jumlah per satuan berat/volume. Potensi merupakan ukuran kekuatan / daya hambat atau daya bunuh zat aktif terhadap mikroorganisme tertentu. Berdasarkan farmakope indonesia edisi IV (1995), estimasi dari potensi antibiotik melalui perbandingan langsung antara sampel (antibiotik uji) dengan antibiotik standar yang telah disahkan penggunaannya, terkalibrasi dengan baik, dan umum digunakan sebagai rujukan. Tujuan diadakannya uji potensi antibiotik ini sebagai standar untuk mengatasi keraguan tentang kemungkinan hilangnya kativitas (potensi) antibiotik terhadap efek daya hambatnya pada mikroba (Singgih, 2007).
Metode umum dalam uji potensi antibiotik antara lain :
1. Metode lempeng (silinder/kertas cakram)
Metode ini didasarkan pada difusi antibiotik dari silinder yang dipasang tegak lurus pada lapisan agar padat dalam cawan petri atau lempeng yang berisi biakan mikroba uji pada jumlah tertentu. Sediaan antibiotika menghambat pertumbuhan mikroba yang ada pada lempeng agar (Singgih, 2007).
2. Metode turbidimetri
Hambatan pertumbuhan biakan mikroba dalam larutan serbasama antibiotik, dalam media cair yang dapat menumbuhkan mikroba dengan cepat bila tidak terdapat antibiotik metode turbidimetri dilakukan pada sampel yang sulit larut dalam air, contohnya : gramisidin (Singgih, 2007).
Bacillus Subtilis
Pada pengamatan dengan menggunakan mikroskop nampak Bacillus subtilis berbentuk basil (batang) dan merupakan bakteri gram positif. Jenis ini memiliki endospora yang letaknya di tengah. Bacillus subtilis merupakan bakteri yang berbentuk batang yang Gram-positif. Bakteri ini tersusun atas peptidoglycan, yang merupakan polimer dari sugars dan asam amino. Peptidoglycan yang yang ditemukan di bakteri yang dikenal sebagai murein. Sel membentuk tembok penghalang antara lingkungan dan bakteri sel yang berguna untuk mempertahankan bentuk sel dan withstanding sel yang tinggi internal tekanan turgor (Fajriana, 2008).
Habitat endospora bakteri ini adalah tanah. Mikroba tersebut dalam bentuk spora yang kekurangan nutrisi. Organisme ini dapat menghasilkan antibiotik selama sporulation. Contohnya polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacillin. Banyak dari mikroba Bacillus dapat menurunkan Polymers seperti protein, pati, dan pektin, sehingga bakteri ini merupakan penyumbang penting kepada siklus karbon dan nitrogen. Akan tetapi apabila terkontaminasi, dapat menyebabkan pembusukan. Berdasarkan pewarnaan sel vegetatif didapatkan warna kemerahan dan warna endosporanya adalah hijau (Fajriana, 2008).
Klasifikasi Bacillus subtilis.
Kingdom : Bakteri
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Order : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus subtilis (Fajriana, 2008)
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat :
• Tabung reaksi besar
• Cawan petri
• Rak tabung
• Volum pipet 1 ml dan 10 ml
• Botol vial
• Kompor spiritus
• Spatel
• Pinset
• Mikropipet
• Perforator
• Inkubator
• Jangka sorong
Bahan :
• Rifampisin standar
• Rifampisin sampel
• Suspensi bakteri Bacillus Subtilis
• Aquades steril
• Larutan desinfektan
V. PROSEDUR
VI. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Tabel Pengamatan
Cawan Petri Sampel (mm) Baku (mm)
SR ST BR BT
I 1,521 2,065 1,55 1,88
II 1,565 2,265 1,42 2,05
III 1,5825 1,985 1,575 2,14
Jumlah 4,6685 6,315 4,545 6,07
Rata -rata 1,5562 2,105 1,515 2,023
Perhitungan
Perhitungan yang diinginkan log 2
Konsentrasi Rifampisin dalam botol vial = 1000 g
Konsentrasi yang diinginkan dalam tabung reaksi 1 = 100 g
V1 . N1 = V2 . N2
1 ml . 1000 g = V2 . 500 g
V2 = 2mL (Volume Rifampisin yang diambil dari botol vial 1 ml + 1 ml aquades)
Konsentrasi yang diinginkan dalam tabung reaksi 2 = 50 g
V1 . N1 = V2 . N2
1ml . 100 g = V2 . 50 g
V2 = 2 mL (Volume rifampisin yang diambil dari tabung reaksi 1 sebanyak 1 ml + 1ml aquades)
PERHITUNGAN POTENSI
log θ = 0,035
θ = x 100%
Jadi potensi tetrasiklin 2 terhadap baku adalah %
VII. PEMBAHASAN
VIII. KESIMPULAN
IX. DAFTAR PUSTAKA
Setiabudi.1995.Pengantar Antimikroba. Jakarta: Gaya Baru
Florey, K., 1976, Analytical Profiles of Drugs Substances, volume V, Academic Press, New York,
San Francisco, London, 470 – 505.
Henwood, S.Q., M. M. De Villeiers, W. Liebenberg, A.P. Lötter, 2000, Solubility and dissolution
properties of generic rifampicin raw material, Drug Development and Industrial
Pharmacy, Vol 26 No.4, 403-408.
Mutschler E., 1996, Arzneimittelwirkungen, 7 neu bearbeitete Auflage, Wissenschaftliche
Verlagsgeselschaft mbH Stuttgart, 702-703.
Rizki fajriana http://qi206.wordpress.com/ 2008
Singgih, Maria. 2007. Uji pootensi antibiotik. http://digilib.si.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-1990-sudding-1734
LAMPIRAN
Cawan 1
Cawan 2
Cawan 3
Koefisien fenol
PENENTUAN DAYA HAMBAT DARI SUATU SEDIAAN YANG BERPOTENSI SEBAGAI ANTISEPTIK ATAU DESINFEKTAN TERHADAP BAKTERI UJI
TUJUAN
Menentukan daya hambat suatu sediaan yang berpotensi sebagai antiseptika atau desinfektan, dengan membandingkan terhadap standar fenol (koefisien fenol).
PRINSIP
Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu
MIC ( konsentrasi terendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri tertentu
Metode pegenceran bertingkat
Dengan mengurangi konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama
Metode turbidimetri
Menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan dilakukan
V1 C1 = V2 C2
Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelah pengenceran.
TEORI
Dalam berbagai keperluan tentunya kita telah mengenal, bahkan mungkin menggunakan beberapa produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau rumah sakit yang bernama desinfektan. Tidak jarang istilah desinfektan dirancukan dengan istilah lain yakni antiseptik. Padahal keduanya memiliki definisi dan fungsi yang berbeda. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Rismana, 2008).
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.Walaupun kita sering menggunakan produk desinfektan, sebagian besar konsumen tentunya belum mengenal jenis bahan kimia apa yang ada dalam produk tersebut. Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan (Rismana, 2008).
Beberapa jenis bahan yang berfungsi sebagai desinfektan dijelaskan di bawah ini :
Golongan aldehid
Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid
daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol.
Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 ml/m3 atau 0,5 mg/l serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat (Rismana, 2008).
Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif disbanding formaldehid, Sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3 atau 0,1 mg/l. Pada prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang luas, Misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk membunuh virus.
Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko menimbulkan api dan ledakan (Rismana, 2008).
Golongan alkohol
Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol, propanol dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).
Golongan pengoksidasi
Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam dua golongan yakni peroksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat, benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini membunuh mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga menit, tetapi perlu 0,5 - 2 jam untuk membunuh virus. Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair. Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem distribusi/transport (Rismana, 2008).
Golongan halogen
Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur air selokan (Rismana, 2008).
Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).
Golongan fenol
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat dari papan/kayu. Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif. Golongan garam amonium kuarterner Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain benzalkonium klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida (Rismana, 2008).
Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya untuk bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi peralatannya. Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi kurang efektif bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat.
Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus hidrofilik
yang sangat susah untuk dimatikan (Rismana, 2008).
Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.
Gambar Struktur Fenol
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air (Aditya, 2009).
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat
dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Aditya, 2009).
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka. Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan ini sering digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di kemah-kemah, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh dokter secara penyuntikan ke vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke jantung dapat mengakibatkan kematian langsung (Aditya, 2009).
Bacillus subtilis
Bacillus subtilis berasal dari famili Bacillaceae, bersifat aerob berbentuk basil dan merupakan bakteri gram positif yang membentuk endospora. Umumnya bekteri ini bersifat saprofit yang hidup di tanah, debu, tumbuh – tumbuhan, dan air. Jika hidup pada jaringan manusia, dapat menyebabkan infeksi, seperti infeksi mata.
Rangkaian genom lengkap dari Bacillus subtillis adalah bakteri gram positif pertama. Rangkaian genom ini memberi pengetahuan signifikan terhadap kapasitas bakteri untuk digunakan secara luas sebagai sumber karbon dan untuk mensekresi enzim penting bagi industri dalam jumlah yang besar. Rangkaian ini setidaknya mengandung sepuluh pro fage atau lebih, yang berperan penting untuk infeksi bakteri dalam transfer dari gen selama perkembangan evolusi bakteri.
Publikasi dari rangkaian genom lengkap bakteri gram positif, Bacillus subtilis, memberikan kontribusi yang sangat besar untuk mempelajari bakteri lain dalam golongan ini. Bakteri gram positif mencakup beberapa pathogen pada manusia, seperti penyebab Botulisme, Pneumonia, dan Tuberkulosis. Genom Bacillus subtilis menghasilkan banyak gen yang mengkode transkripsi regulator. Gen ditemukan sebanyak 77 tipe yang berbeda dari protein pentransfer, yang dapat mengambil nutrisi untuk bakteri dan mengeluarkan racun seperti antibiotik.
Media Nutrient Broth
Penyiapan media pertumbuhan mikroorganisme harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan bakteri supaya dapat tumbuh membentuk koloni dan harus steril sehingga tidak ada kontaminan dari lingkungan.
Media pertumbuhan dasar untuk bakteri adalah Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Tryptic Soy Broth (TSB), dan Tryptic Soy Agar (TSA).
ALAT DAN BAHAN
Alat :
Tabung reaksi besar dan kecil
Rak tabung
Volime pipet berukuran 1 mL dan 10 mL
Labu ukur 100 mL
Ose dan kompor spiritus
Stopwatch
Inkubator
Bahan :
Sediaan uji (Fenol)
Bakteri uji Bacillus Subtilis
Nutrient Broth (NB)
Fenol
Air suling
Pelarut sediaan uji
PROSEDUR
Buat larutan standar fenol dengan konsentrasi 2,5 % b/v atau 2,5% v/v.
Rencanakan pengenceran dan hitung konsentrasi larutan pada masing-masing tabung besar.
Buat 6 pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dan larutan standar fenol dengan air suling steril dalam tabung-tabung reaksi besar, sebagai berikut :
Tabung Konsentrasi Fenol Larutan fenol yang dipipet Air suling steril yang ditambahkan Yang dibuang Total yang diperlukan
A 1/40 5 0 0 5
B 1/50 4 1 0 5
C 1/60 4 2 1 5
D 1/70 4 3 2 5
E 1/80 4 4 3 5
F 1/90 4 5 4 5
Isi 36 tabung reaksi kecil dengan 1mL NB
Susun tabung-tabung besar dan kecil dalam rak tabung. Baris pertama terdiri dari 6 tabung besar yang berisi hasil pengenceran, beri tanda A, B, C, D ,E dan F. Baris kedua berisi 6 tabung kecil yang berisi NB double strength, beri tanda a1, b1, c1, d1, e1 dan f1.. Baris ketiga sampai keenam masing-masing berisi 6 tabung kecil berisi NB biasa, beri tanda a2, b2, c2, d2, e2, f2 sampai a6, b6, c6, d6, e6 dan f6. Buat susunan ini untuk sediaan uji dan standar wipol
Masukkan suspensi bakteri uji pada masing-masing tabung besar secara berurut, dengan rentang waktu 30 detik
Masukkan masing-masing 1 ose larutan dari tabung A secara berurut ke tabung a1, a2, a3, a4, a5 dan a6 selama 2,5 menit. Lakukan juga untuk tabung B, C,. D, E dan F.
Buat 1 kontrol positif dan 1 kontrol negatif. Kontrol positif terdiri dari 1 mkL NB dan 1 ose bakteri. Kontrol negatif hanya berisi 1 mL NB.
Inkubasikan semua tabung kecil pada suhu 37C selama 18-24 jam. Amati kekeruhan yang terjadi, bandingkan dengan kontrol positif dan negatif.
Tentukan dimana koefisien fenolnya
Koefisien fenol= ((konsentrasi bening pertama+koefisien bening terskhir)sediaan uji )/((konsentrasi bening pertama+konsentrasi bening terakhir)standar fenol)
Bagan Pengerjaan Koefisien Fenol
DATA PENGAMATAN
Waktu 2,5 menit 5 menit 7,5 menit 10 menit 12,5 menit 15 menit
Konsentrasi
A - - + - + -
B - - + + - +
C - - - - - -
D - - + - - +
E - - - - - +
F - - + + + -
Keterangan:
(-) : bening
(+) : keruh
Gambar Hasil Pengamatan Setelah Inkubasi
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Kelompok D
Kelompok E
Kelompok F
PERHITUNGAN
Variasi Pengenceran
V1 . N1 = V2 . N2
Konsentrasi Awal (A) = 1⁄40
Konsentrasi B
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄50
V2 = 5 ml
Konsentrasi C
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄60
V2 = 6 ml
Konsentrasi D
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄70
V2 = 7 ml
Konsentrasi E
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄80
V2 = 8 ml
Konsentrasi F
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄90
V2 = 9 ml
Koefisien Fenol
Koefisien fenol = ((konsentrasi bening pertama+koefisien bening terakhir)sediaan uji )/((konsentrasi bening pertama+konsentrasi bening terakhir)standar fenol)
= (1⁄40+ 1⁄90)/(1⁄20+ 1⁄90)
= 0,0361111/0,0611111
= 0,59
PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul Penentuan Daya Hambat dari Suatu Sediaan yang Berpotensi sebagai Antiseptik atau Desinfektan terhadap Bakteri Uji ini bertujuan untuk membandingkan daya hambat dari suatu desinfektan terhadap bakteri uji dengan baku pembanding yakni fenol. Namun pada percobaan ini yang dilakukan praktikan, yaitu menguji kekuatan fenol sebagai baku pembanding desinfektan lain terhadap strain bakteri yang sama yaitu Bacillus subtilis. Percobaan diawali dengan pengenceran fenol menjadi beberapa macam konsentrasi. Pengenceran dilakukan secara bertingkat hingga akhirnya diperoleh konsentrasi tabung A = 1/40; tabung B = 1/50; tabung C = 1/60; tabung D = 1/70; tabung E = 1/80; dan tabung F = 1/90. Tabung yang telah berisi fenol dengan kadar yang berbeda-beda tersebut kemudian ditambahkan suspensi bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 0,2 ml. Pada saat menambahkan suspensi bakteri, digunakan volume pipet dan harus dalam keadaan aseptis untuk mencegah kontaminasi dari luar sehingga hasil yang didapat menjadi lebih akurat.
Bakteri yang telah dimasukkan ke dalam 6 tabung besar berisi pengenceran fenol tadi kemudian dipindahkan lagi dari tiap tabung besar tersebut ke dalam 6 tabung reaksi kecil yang berisi Nutrient Broth, sebanyak satu ose. Setiap tabung besar memiliki 6 tabung kecil sehingga jumlah tabung kecil yang berisi Nutrient Broth adalah sebanyak 36 tabung. Pemindahan suspensi bakteri dari tabung besar dilakukan dengan menggunakan ose yang sudah difiksasi sebelumnya. Setelah difiksasi, ditunggu beberapa saat sebelum mengambil bakteri, agar suhu ose tidak terlalu panas dan bakteri tidak mati. Tetapi perlu diingat juga bahwa ose tidak boleh terlalu lama didiamkan agar ose tidak terkontaminasi dengan bakteri dari udara. Penanaman bakteri dilakukan pada interval 30 detik antar tabung kecil, dengan urutan tabung A1 hingga F1 dahulu, baru kemudian A2 hingga F2 dan seterusnya. Penanaman bakteri pada tabung F bersamaan dengan penanaman pada tabung A selanjutnya. Jadi, tabung F1 bersamaan dengan tabung A2. Karena waktu yang diperlukan dalam menguji kekuatan fenol adalah 18-24 jam, sedangkan untuk kekuatan mata untuk melihat dan mengawasi tidak mungkin selama itu, maka digunakan waktu tertentu dengan metode kontak secara konvensional, waktu yang paling cepat adalah 2,5 menit, paling lama 15 menit. Sehingga waktu penanaman bakteri dalam NB dari tabung berisi fenol masing-masing berselang 30 detik hal ini dapat memperlihatkan perbandingan bahwa waktu kontak yang semakin lama akan mempengaruhi keefektifan fenol dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis.
Bakteri yang digunakan pada uji dengan fenol dan desinfektan lain yang akan dibandingkan kekuatannya dengan fenol adalah sama. Proses penanaman bakteri yang dilakukan juga sama. Dan pada kondisi yang sama, maka dapat dibandingkan keefektifan suatu desinfektan dengan fenol, sehingga diperoleh suatu hasil perbandingan berupa pecahan yang disebut koefisien fenol. Nilai tersebut didapat berdasarkan rumus :
Setelah semua tabung reaksi kecil ditanam dengan bakteri, kemudian tabung reaksi kecil (36 buah) diinkubasikan seluruhnya dalam inkubator selama 18-24 jam dan dilihat hasilnya. Jika hasil yang didapatkan pada tabung reaksi adalah keruh maka hasil positif, artinya pada tabung ada pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis. Sedangkan jika tabung reaksi bening maka hasil negatif, artinya bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri karena telah terbunuh oleh fenol.
Rentang waktu sangat berpengaruh pada percobaan ini karena bakteri hanya tahan terhadap desinfektan selama 30 detik. Jadi, bila rentang waktunya berlebih atau terlalu lama maka bakteri akan mati.
Hasil yang didapat dari percobaan kali ini membuktikan dengan jelas bahwa kekuatan fenol sebagai desinfektan yang kuat pada data pengamatan di tabung C (konsentrasi 1/60). Namun pada data pengamatan di tabung – tabung lainnya ternyata mengalami penyimpangan. Seperti misalnya pada tabung A dan B pada waktu kontak 7,5 menit mengalami kekeruhan sedangkan pada tabung C yang dengan waktu kontak yang sama yaitu 7,5 menit justru larutannya bening dan tidak mengalami kekeruhan. Dalam kadar 0,01-1%, fenol bersifat bakteriostatik dan larutan 1,6% bersifat bakterisida. Sehingga seharusnya pada konsentrasi yang makin tinggi maka aktivitas bakteri semakin tidak ada.
Tabung A yang kadarnya 0,0625%; tabung B 0,05%; tabung C 0,04%; tabung D 0.035%; tabung E 0,031%; dan tabung F dengan kadar 0,027%. Dan dalam kadar 0,01-1%, fenol bersifat bakteriostatik dan larutan 1,6% bersifat bakterisida. Dan kadar fenol yang digunakan dalam percobaan merupakan bakteriostatik, maka pertumbuhan bakteri hanya terhambat, tidak mati.
Kesalahan dan penyimpangan – penyimpangan yang telah terjadi pada percobaan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut di bawah ini, yaitu :
Bakteri yang diambil sudah mati sebelum dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil karena ose yang difiksasi tidak dibiarkan dingin terlebih dahulu akibat waktu penanaman yang sempit 30 detik..
Pengenceran yang tidak tepat.
Kurang aseptis saat melakukan penanaman bakteri. Sehingga hasil yang seharusnya negatif tetapi menjadi positif (bakteri lain yang tumbuh).
KESIMPULAN
Koefisien fenol ………… yang dibandingkan dengan fenol yang merupakan desinfektan yang diuji dalam praktikum kali ini dan merupakan standar uji desinfektan lain adalah sebesar …………
TUJUAN
Menentukan daya hambat suatu sediaan yang berpotensi sebagai antiseptika atau desinfektan, dengan membandingkan terhadap standar fenol (koefisien fenol).
PRINSIP
Perbandingan aktivitas fenol dengan pengenceran baku terhadap aktivitas sampel dengan pengenceran tertentu
MIC ( konsentrasi terendah dimana pertumbuhan bakteri terhambat ) suatu antiseptik terhadap bakteri tertentu
Metode pegenceran bertingkat
Dengan mengurangi konsentrasi zat sebanyak setengah dari konsentrasi awal dengan volume yang sama
Metode turbidimetri
Menentukan takaran dengan melihat kekeruhan yang terjadi setelah percobaan dilakukan
V1 C1 = V2 C2
Hasil kali konsentrasi dengan volume senyawa yang semula digunakan adalah sama dengan hasil kali konsentrasi senyawa tersebut dalam volume setelah pengenceran.
TEORI
Dalam berbagai keperluan tentunya kita telah mengenal, bahkan mungkin menggunakan beberapa produk keperluan rumah tangga, laboratorium, atau rumah sakit yang bernama desinfektan. Tidak jarang istilah desinfektan dirancukan dengan istilah lain yakni antiseptik. Padahal keduanya memiliki definisi dan fungsi yang berbeda. Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah terjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Sedangkan antiseptik didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Bahan desinfektan dapat digunakan untuk proses desinfeksi tangan, lantai, ruangan, peralatan dan pakaian (Rismana, 2008).
Pada dasarnya ada persamaan jenis bahan kimia yang digunakan sebagai antiseptik dan desinfektan. Tapi tidak semua bahan desinfektan adalah bahan antiseptik karena adanya batasan dalam penggunaan antiseptik. Antiseptik tersebut harus memiliki sifat tidak merusak jaringan tubuh atau tidak bersifat keras. Terkadang penambahan bahan desinfektan juga dijadikan sebagai salah satu cara dalam proses sterilisasi, yaitu proses pembebasan kuman. Tetapi pada kenyataannya tidak semua bahan desinfektan dapat berfungsi sebagai bahan dalam proses sterilisasi.Walaupun kita sering menggunakan produk desinfektan, sebagian besar konsumen tentunya belum mengenal jenis bahan kimia apa yang ada dalam produk tersebut. Padahal bahan kimia tertentu merupakan zat aktif dalam proses desinfeksi dan sangat menentukan efektivitas dan fungsi serta target mikroorganime yang akan dimatikan (Rismana, 2008).
Beberapa jenis bahan yang berfungsi sebagai desinfektan dijelaskan di bawah ini :
Golongan aldehid
Bahan kimia golongan aldehid yang umum digunakan antara lain formaldehid, glutaraldehid dan glioksal. Golongan aldehid ini bekerja dengan cara denaturasi dan umum digunakan dalam campuran air dengan konsentrasi 0,5% - 5% . Daya aksi berada dalam kisaran jam, tetapi untuk kasus formaldehid
daya aksi akan semakin jelas dan kuat bila pelarut air diganti dengan alkohol.
Formaldehid pada konsentrasi di bawah 1,5% tidak dapat membunuh ragi dan jamur, dan memiliki ambang batas konsentrasi kerja pada 0,5 ml/m3 atau 0,5 mg/l serta bersifat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker). Larutan formaldehid dengan konsentrasi 37% umum disebut formalin dan biasa digunakan utuk pengawetan mayat (Rismana, 2008).
Glutaraldehid memiliki daya aksi yang lebih efektif disbanding formaldehid, Sehingga lebih banyak dipilih dalam bidang virologi dan tidak berpotensi karsinogenik. Ambang batas konsentrasi kerja glutaraldehid adalah 0,1 ml/m3 atau 0,1 mg/l. Pada prinsipnya golongan aldehid ini dapat digunakan dengan spektrum aplikasi yang luas, Misalkan formaldehid untuk membunuh mikroorganisme dalam ruangan, peralatan dan lantai, sedangkan glutaraldehid untuk membunuh virus.
Keunggulan golongan aldehid adalah sifatnya yang stabil, persisten, dapat dibiodegradasi, dan cocok dengan beberapa material peralatan. Sedangkan beberapa kerugiannya antara lain dapat mengakibatkan resistensi dari mikroorganisme, untuk formaldehid diduga berpotensi bersifat karsinogen, berbahaya bagi kesehatan, mengakibatkan iritasi pada sistem mukosa, aktivitas menurun dengan adanya protein serta berisiko menimbulkan api dan ledakan (Rismana, 2008).
Golongan alkohol
Golongan alkohol merupakan bahan yang banyak digunakan selain golongan aldehid. Beberapa bahan di antaranya adalah etanol, propanol dan isopropanol. Golongan alkohol bekerja dengan mekanisme denaturasi serta berdaya aksi dalam rentang detik hingga menit dan untuk virus diperlukan waktu di atas 30 menit. Umum dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).
Golongan pengoksidasi
Bahan kimia yang termasuk golongan pengoksidasi kuat dibagi ke dalam dua golongan yakni peroksida dan peroksigen di antaranya adalah hidrogen peroksida, asam perasetik, kalium peroksomono sulfat, natrium perborat, benzoil peroksida, kalium permanganat. Golongan ini membunuh mikroorganisme dengan cara mengoksidasi dan umum dibuat dalam larutan air berkonsentrasi 0,02 %. Daya aksi berada dalam rentang detik hingga menit, tetapi perlu 0,5 - 2 jam untuk membunuh virus. Pada prinsipnya golongan pengoksidasi dapat digunakan pada spektrum yang luas, misalkan untuk proses desinfeksi permukaan dan sebagai sediaan cair. Kekurangan golongan ini terutama oleh sifatnya yang tidak stabil, korosif, berisiko tinggi menimbulkan ledakan pada konsentrasi di atas 15 %, serta perlu penanganan khusus dalam hal pengemasan dan sistem distribusi/transport (Rismana, 2008).
Golongan halogen
Golongan halogen yang umum digunakan adalah berbasis iodium seperti larutan iodium, iodofor, povidon iodium, sedangkan senyawa terhalogenasi adalah senyawa anorganik dan organik yang mengandung gugus halogen terutama gugus klor, misalnya natrium hipoklorit, klor dioksida, natrium klorit dan kloramin. Golongan ini berdaya aksi dengan cara oksidasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk mereduksi virus, tetapi tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai desinfektan pada pakaian, kolam renang, lumpur air selokan (Rismana, 2008).
Adapun kekurangan dari golongan halogen dan senyawa terhalogenasi adalah sifatnya yang tidak stabil, sulit dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70-90 %. Golongan alkohol ini tidak efektif untuk bakteri berspora serta kurang efektif bagi virus non-lipoid. Penggunaan pada proses desinfeksi adalah untuk permukaan yang kecil, tangan dan kulit. Adapun keunggulan golongan alkohol ini adalah sifatnya yangn stabil, tidak merusak material, dapat dibiodegradasi, kadang cocok untuk kulit dan hanya sedikit menurun aktivasinya bila berinteraksi dengan protein. Sedangkan beberapa kerugiannya adalah berisiko tinggi terhadap api/ledakan dan sangat cepat menguap (Rismana, 2008).
Golongan fenol
Senyawa golongan fenol dan fenol terhalogenasi yang telah banyak dipakai antara lain fenol (asam karbolik), kresol, para kloro kresol dan para kloro xylenol. Golongan ini berdaya aksi dengan cara denaturasi dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1-5%. Aplikasi proses desinfeksi dilakukan untuk virus, spora tetapi tidak baik digunakan untuk membunuh beberapa jenis bakteri gram positif dan ragi. Umum digunakan sebagai dalam proses desinfeksi di bak mandi, permukaan dan lantai, serta dinding atau peralatan yang terbuat dari papan/kayu. Adapun keunggulan dari golongan golongan fenol dan fenol terhalogenasi adalah sifatnya yang stabil, persisten, dan ramah terhadap beberapa jenis material, sedangkan kerugiannya antara lain susah terbiodegradasi, bersifat racun, dan korosif. Golongan garam amonium kuarterner Beberapa bahan kimia yang terkenal dari golongan ini antara lain benzalkonium klorida, bensatonium klorida, dan setilpiridinium klorida (Rismana, 2008).
Golongan ini berdaya aksi dengan cara aktif-permukaan dalam rentang waktu sekira 10-30 menit dan umum digunakan dalam larutan air dengan konsentrasi 0,1%-5%. Aplikasi untuk proses desinfeksi hanya untuk bakteri vegetatif, dan lipovirus terutama untuk desinfeksi peralatannya. Keunggulan dari golongan garam amonium kuarterner adalah ramah terhadap material, tidak merusak kulit, tidak beracun, tidak berbau dan bersifat sebagai pengemulsi, tetapi ada kekurangannya yakni hanya dapat terbiodegradasi sebagian. Kekurangan yang lain yang menonjol adalah menjadi kurang efektif bila digunakan pada pakaian, spon, dan kain pel karena akan terabsorpsi bahan tersebut serta menjadi tidak aktif bila bercampur dengan sabun, protein, asam lemak dan senyawa fosfat.
Salah satu produk yang sudah dipasarkan dari golongan ini diklaim efektif untuk membunuh parvovirus, di mana virus ini merupakan jenis virus hidrofilik
yang sangat susah untuk dimatikan (Rismana, 2008).
Fenol
Fenol atau asam karbolat atau benzenol adalah zat kristal tak berwarna yang memiliki bau khas. Rumus kimianya adalah C6H5OH dan strukturnya memiliki gugus hidroksil (-OH) yang berikatan dengan cincin fenil.
Gambar Struktur Fenol
Fenol memiliki kelarutan terbatas dalam air, yakni 8,3 gram/100 ml. Fenol memiliki sifat yang cenderung asam, artinya dapat melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Pengeluaran ion tersebut menjadikan anion fenoksida C6H5O− yang dapat dilarutkan dalam air (Aditya, 2009).
Dibandingkan dengan alkohol alifatik lainnya, fenol bersifat lebih asam. Hal ini dibuktikan dengan mereaksikan fenol dengan NaOH, di mana fenol dapat melepaskan H+. Pada keadaan yang sama, alkohol alifatik lainnya tidak dapat bereaksi seperti itu. Pelepasan ini diakibatkan pelengkapan orbital antara satu-satunya pasangan oksigen dan sistem aromatik, yang mendelokalisasi beban negatif melalui cincin tersebut dan menstabilkan anionnya.
Fenol didapatkan melalui oksidasi sebagian pada benzena atau asam benzoat
dengan proses Raschig, Fenol juga dapat diperoleh sebagai hasil dari oksidasi batu bara. Fenol dapat digunakan sebagai antiseptik seperti yang digunakan Sir Joseph Lister saat mempraktikkan pembedahan antiseptik. Fenol merupakan komponen utama pada anstiseptik dagang, triklorofenol atau dikenal sebagai TCP (trichlorophenol). Fenol juga merupakan bagian komposisi beberapa anestitika oral, misalnya semprotan kloraseptik (Aditya, 2009).
Fenol berfungsi dalam pembuatan obat-obatan (bagian dari produksi aspirin, pembasmi rumput liar, dan lainnya. Fenol yang terkonsentrasi dapat mengakibatkan pembakaran kimiawi pada kulit yang terbuka. Penyuntikan fenol juga pernah digunakan pada eksekusi mati. Penyuntikan ini sering digunakan pada masa Nazi, Perang Dunia II. Suntikan fenol diberikan pada ribuan orang di kemah-kemah, terutama di Auschwitz-Birkenau. Penyuntikan ini dilakukan oleh dokter secara penyuntikan ke vena (intravena) di lengan dan jantung. Penyuntikan ke jantung dapat mengakibatkan kematian langsung (Aditya, 2009).
Bacillus subtilis
Bacillus subtilis berasal dari famili Bacillaceae, bersifat aerob berbentuk basil dan merupakan bakteri gram positif yang membentuk endospora. Umumnya bekteri ini bersifat saprofit yang hidup di tanah, debu, tumbuh – tumbuhan, dan air. Jika hidup pada jaringan manusia, dapat menyebabkan infeksi, seperti infeksi mata.
Rangkaian genom lengkap dari Bacillus subtillis adalah bakteri gram positif pertama. Rangkaian genom ini memberi pengetahuan signifikan terhadap kapasitas bakteri untuk digunakan secara luas sebagai sumber karbon dan untuk mensekresi enzim penting bagi industri dalam jumlah yang besar. Rangkaian ini setidaknya mengandung sepuluh pro fage atau lebih, yang berperan penting untuk infeksi bakteri dalam transfer dari gen selama perkembangan evolusi bakteri.
Publikasi dari rangkaian genom lengkap bakteri gram positif, Bacillus subtilis, memberikan kontribusi yang sangat besar untuk mempelajari bakteri lain dalam golongan ini. Bakteri gram positif mencakup beberapa pathogen pada manusia, seperti penyebab Botulisme, Pneumonia, dan Tuberkulosis. Genom Bacillus subtilis menghasilkan banyak gen yang mengkode transkripsi regulator. Gen ditemukan sebanyak 77 tipe yang berbeda dari protein pentransfer, yang dapat mengambil nutrisi untuk bakteri dan mengeluarkan racun seperti antibiotik.
Media Nutrient Broth
Penyiapan media pertumbuhan mikroorganisme harus mengandung nutrisi yang dibutuhkan bakteri supaya dapat tumbuh membentuk koloni dan harus steril sehingga tidak ada kontaminan dari lingkungan.
Media pertumbuhan dasar untuk bakteri adalah Nutrient Broth (NB), Nutrient Agar (NA), Tryptic Soy Broth (TSB), dan Tryptic Soy Agar (TSA).
ALAT DAN BAHAN
Alat :
Tabung reaksi besar dan kecil
Rak tabung
Volime pipet berukuran 1 mL dan 10 mL
Labu ukur 100 mL
Ose dan kompor spiritus
Stopwatch
Inkubator
Bahan :
Sediaan uji (Fenol)
Bakteri uji Bacillus Subtilis
Nutrient Broth (NB)
Fenol
Air suling
Pelarut sediaan uji
PROSEDUR
Buat larutan standar fenol dengan konsentrasi 2,5 % b/v atau 2,5% v/v.
Rencanakan pengenceran dan hitung konsentrasi larutan pada masing-masing tabung besar.
Buat 6 pengenceran bertingkat larutan sediaan uji dan larutan standar fenol dengan air suling steril dalam tabung-tabung reaksi besar, sebagai berikut :
Tabung Konsentrasi Fenol Larutan fenol yang dipipet Air suling steril yang ditambahkan Yang dibuang Total yang diperlukan
A 1/40 5 0 0 5
B 1/50 4 1 0 5
C 1/60 4 2 1 5
D 1/70 4 3 2 5
E 1/80 4 4 3 5
F 1/90 4 5 4 5
Isi 36 tabung reaksi kecil dengan 1mL NB
Susun tabung-tabung besar dan kecil dalam rak tabung. Baris pertama terdiri dari 6 tabung besar yang berisi hasil pengenceran, beri tanda A, B, C, D ,E dan F. Baris kedua berisi 6 tabung kecil yang berisi NB double strength, beri tanda a1, b1, c1, d1, e1 dan f1.. Baris ketiga sampai keenam masing-masing berisi 6 tabung kecil berisi NB biasa, beri tanda a2, b2, c2, d2, e2, f2 sampai a6, b6, c6, d6, e6 dan f6. Buat susunan ini untuk sediaan uji dan standar wipol
Masukkan suspensi bakteri uji pada masing-masing tabung besar secara berurut, dengan rentang waktu 30 detik
Masukkan masing-masing 1 ose larutan dari tabung A secara berurut ke tabung a1, a2, a3, a4, a5 dan a6 selama 2,5 menit. Lakukan juga untuk tabung B, C,. D, E dan F.
Buat 1 kontrol positif dan 1 kontrol negatif. Kontrol positif terdiri dari 1 mkL NB dan 1 ose bakteri. Kontrol negatif hanya berisi 1 mL NB.
Inkubasikan semua tabung kecil pada suhu 37C selama 18-24 jam. Amati kekeruhan yang terjadi, bandingkan dengan kontrol positif dan negatif.
Tentukan dimana koefisien fenolnya
Koefisien fenol= ((konsentrasi bening pertama+koefisien bening terskhir)sediaan uji )/((konsentrasi bening pertama+konsentrasi bening terakhir)standar fenol)
Bagan Pengerjaan Koefisien Fenol
DATA PENGAMATAN
Waktu 2,5 menit 5 menit 7,5 menit 10 menit 12,5 menit 15 menit
Konsentrasi
A - - + - + -
B - - + + - +
C - - - - - -
D - - + - - +
E - - - - - +
F - - + + + -
Keterangan:
(-) : bening
(+) : keruh
Gambar Hasil Pengamatan Setelah Inkubasi
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Kelompok D
Kelompok E
Kelompok F
PERHITUNGAN
Variasi Pengenceran
V1 . N1 = V2 . N2
Konsentrasi Awal (A) = 1⁄40
Konsentrasi B
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄50
V2 = 5 ml
Konsentrasi C
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄60
V2 = 6 ml
Konsentrasi D
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄70
V2 = 7 ml
Konsentrasi E
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄80
V2 = 8 ml
Konsentrasi F
V1 . N1 = V2 . N2
4 . 1⁄40 = V2 . 1⁄90
V2 = 9 ml
Koefisien Fenol
Koefisien fenol = ((konsentrasi bening pertama+koefisien bening terakhir)sediaan uji )/((konsentrasi bening pertama+konsentrasi bening terakhir)standar fenol)
= (1⁄40+ 1⁄90)/(1⁄20+ 1⁄90)
= 0,0361111/0,0611111
= 0,59
PEMBAHASAN
Percobaan yang berjudul Penentuan Daya Hambat dari Suatu Sediaan yang Berpotensi sebagai Antiseptik atau Desinfektan terhadap Bakteri Uji ini bertujuan untuk membandingkan daya hambat dari suatu desinfektan terhadap bakteri uji dengan baku pembanding yakni fenol. Namun pada percobaan ini yang dilakukan praktikan, yaitu menguji kekuatan fenol sebagai baku pembanding desinfektan lain terhadap strain bakteri yang sama yaitu Bacillus subtilis. Percobaan diawali dengan pengenceran fenol menjadi beberapa macam konsentrasi. Pengenceran dilakukan secara bertingkat hingga akhirnya diperoleh konsentrasi tabung A = 1/40; tabung B = 1/50; tabung C = 1/60; tabung D = 1/70; tabung E = 1/80; dan tabung F = 1/90. Tabung yang telah berisi fenol dengan kadar yang berbeda-beda tersebut kemudian ditambahkan suspensi bakteri Staphylococcus aureus sebanyak 0,2 ml. Pada saat menambahkan suspensi bakteri, digunakan volume pipet dan harus dalam keadaan aseptis untuk mencegah kontaminasi dari luar sehingga hasil yang didapat menjadi lebih akurat.
Bakteri yang telah dimasukkan ke dalam 6 tabung besar berisi pengenceran fenol tadi kemudian dipindahkan lagi dari tiap tabung besar tersebut ke dalam 6 tabung reaksi kecil yang berisi Nutrient Broth, sebanyak satu ose. Setiap tabung besar memiliki 6 tabung kecil sehingga jumlah tabung kecil yang berisi Nutrient Broth adalah sebanyak 36 tabung. Pemindahan suspensi bakteri dari tabung besar dilakukan dengan menggunakan ose yang sudah difiksasi sebelumnya. Setelah difiksasi, ditunggu beberapa saat sebelum mengambil bakteri, agar suhu ose tidak terlalu panas dan bakteri tidak mati. Tetapi perlu diingat juga bahwa ose tidak boleh terlalu lama didiamkan agar ose tidak terkontaminasi dengan bakteri dari udara. Penanaman bakteri dilakukan pada interval 30 detik antar tabung kecil, dengan urutan tabung A1 hingga F1 dahulu, baru kemudian A2 hingga F2 dan seterusnya. Penanaman bakteri pada tabung F bersamaan dengan penanaman pada tabung A selanjutnya. Jadi, tabung F1 bersamaan dengan tabung A2. Karena waktu yang diperlukan dalam menguji kekuatan fenol adalah 18-24 jam, sedangkan untuk kekuatan mata untuk melihat dan mengawasi tidak mungkin selama itu, maka digunakan waktu tertentu dengan metode kontak secara konvensional, waktu yang paling cepat adalah 2,5 menit, paling lama 15 menit. Sehingga waktu penanaman bakteri dalam NB dari tabung berisi fenol masing-masing berselang 30 detik hal ini dapat memperlihatkan perbandingan bahwa waktu kontak yang semakin lama akan mempengaruhi keefektifan fenol dalam menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis.
Bakteri yang digunakan pada uji dengan fenol dan desinfektan lain yang akan dibandingkan kekuatannya dengan fenol adalah sama. Proses penanaman bakteri yang dilakukan juga sama. Dan pada kondisi yang sama, maka dapat dibandingkan keefektifan suatu desinfektan dengan fenol, sehingga diperoleh suatu hasil perbandingan berupa pecahan yang disebut koefisien fenol. Nilai tersebut didapat berdasarkan rumus :
Setelah semua tabung reaksi kecil ditanam dengan bakteri, kemudian tabung reaksi kecil (36 buah) diinkubasikan seluruhnya dalam inkubator selama 18-24 jam dan dilihat hasilnya. Jika hasil yang didapatkan pada tabung reaksi adalah keruh maka hasil positif, artinya pada tabung ada pertumbuhan bakteri Bacillus subtilis. Sedangkan jika tabung reaksi bening maka hasil negatif, artinya bahwa tidak ada pertumbuhan bakteri karena telah terbunuh oleh fenol.
Rentang waktu sangat berpengaruh pada percobaan ini karena bakteri hanya tahan terhadap desinfektan selama 30 detik. Jadi, bila rentang waktunya berlebih atau terlalu lama maka bakteri akan mati.
Hasil yang didapat dari percobaan kali ini membuktikan dengan jelas bahwa kekuatan fenol sebagai desinfektan yang kuat pada data pengamatan di tabung C (konsentrasi 1/60). Namun pada data pengamatan di tabung – tabung lainnya ternyata mengalami penyimpangan. Seperti misalnya pada tabung A dan B pada waktu kontak 7,5 menit mengalami kekeruhan sedangkan pada tabung C yang dengan waktu kontak yang sama yaitu 7,5 menit justru larutannya bening dan tidak mengalami kekeruhan. Dalam kadar 0,01-1%, fenol bersifat bakteriostatik dan larutan 1,6% bersifat bakterisida. Sehingga seharusnya pada konsentrasi yang makin tinggi maka aktivitas bakteri semakin tidak ada.
Tabung A yang kadarnya 0,0625%; tabung B 0,05%; tabung C 0,04%; tabung D 0.035%; tabung E 0,031%; dan tabung F dengan kadar 0,027%. Dan dalam kadar 0,01-1%, fenol bersifat bakteriostatik dan larutan 1,6% bersifat bakterisida. Dan kadar fenol yang digunakan dalam percobaan merupakan bakteriostatik, maka pertumbuhan bakteri hanya terhambat, tidak mati.
Kesalahan dan penyimpangan – penyimpangan yang telah terjadi pada percobaan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut di bawah ini, yaitu :
Bakteri yang diambil sudah mati sebelum dimasukkan ke dalam tabung reaksi kecil karena ose yang difiksasi tidak dibiarkan dingin terlebih dahulu akibat waktu penanaman yang sempit 30 detik..
Pengenceran yang tidak tepat.
Kurang aseptis saat melakukan penanaman bakteri. Sehingga hasil yang seharusnya negatif tetapi menjadi positif (bakteri lain yang tumbuh).
KESIMPULAN
Koefisien fenol ………… yang dibandingkan dengan fenol yang merupakan desinfektan yang diuji dalam praktikum kali ini dan merupakan standar uji desinfektan lain adalah sebesar …………
Kosmetika
KOSMETIKA
I. Pengertian Kosmetik
Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 220/ Menkes/ Per/XI/76, tanggal 6 September 1976 menyatakan bahwa: “Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat”.
Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. prinsip dasar manfaat kosmetik adalah untuk menghilangkan kotoran kulit, mempercantik dengan pewarnaan kulit sesuai yang diinginkan, mempertahankan komposisi cairan kulit, melindungi paparan sinar ultra violet, dan memperlambat timbulnya kerutan. Setiap komponen di dalam kosmetik akan mengadakan ikatan kimiawi terhadap sesama bahan kandungannya. Ikatan molekul kimia dapat berupa ikatan ion (ikatan antara dua muatan yang berbeda) atau ikatan kovalen (ikatan dengan muatan yang sama). Hal ini penting untuk diketahui karena elemen kimia dapat terdiri dari unsur logam atau non logam. Pada pemakaian suatu kosmetik, kalau tidak hati-hati, kekuatan ikatan kimia ini akan berpengaruh pada kondisi kulit, bahkan bisa mempunyai manifestasi negatif terutama bagi seseorang yang sangat sensitif terhadap salah satu dari kandungan bahan tersebut (Stialani, 2009).
II. Jenis Kosmetik
Beberapa Jenis kosmetik, antara lain :
a) Perona pipi
Produk ini bertujuan memerahkan pipi, sehingga penggunaannya tampak lebih cantik dan lebih segar. Kadang-kadang dipakai langsung, tetapi lebih sering sebagai foundation. Perona ini dipasarkan dalm berbagai bentuk :
1. Loose atau compact powders
Bentuk ini adalah bentuk yang paling sederhana, berisi pigmen dan lakes dalam bentuk kering, diencerkan dengan bahan-bahan powder standar seperti talcum, zinc stearat, dan magnesium karbonat. Kandungan pigemn biasanya 5 – 20% (Tranggono, 1998).
2. Fat-based make-up
3. Emulsi cair dan krim
Popularitas tipe ini (terutama yang emulsi cair) adalah berkat popularitas liquid foundation make-up. Bedak cair dan rounge cair pada foundation yang masih kering di kulit pipi (Tranggono, 1998).
4. Cairan jernih
5. Gel (Tranggono, 1998).
b) Eye Shadow
Tujuan dari pemakaian preparat ini adalah untuk mengaksentuasikan mata, membuat putih biji mata tampak lebih cemerlang. Preparat ini digunakan pada kulit didekat mata, biasanya pada kelopak mata atas. Warna-warnanya mulai dari gray-blue, gray-green, sampai olive green (Tranggono, 1998).
c) Maskara
Pemakaian maskara kurang kentara dibandingkan eyeshadow, tetapi di Eropa pemakainnya lebih luas. Tujuan pemakaian maskara adalah untuk menghitamkan bulu mata, kadang-kadang juga alis mata. Maskara sebetulnya adalah cet rambut (hairdye) untuk bulu mata. Bentuknya ada beberapa macam:
1. Cake maskara
Preparat jenis ini terdiri dari campuran zat pewarna, lemak-lemak, waxes, serta bahan-bahan emulgator oil-in-water. Preparat ini digunakan dengan menggunakan sikat basah (Tranggono, 1998).
2. Cream maskara (anhydrous)
3. Cream maskara (emulsified)
Disini bahan dasar (basis) biasanya adalah krim oil-in-water dari tipe stearat atau glyceryl monostearat (Tranggono, 1998).
4. Liquid mascara
Formulasi ini didasarkan pada aqueous mucilages dari gum tragacanth, quince seed, dan mucin-mucin lainnya. Formulasi ini tidak begitu bermanfaat karena mudah larut dalam air sehingga mudah terhapus oleh perspirasi atau air mata (Tranggono, 1998).
d) Pensil Alis
Bentuk atau ketebalan alis yang diinginkan diperoleh dengan pencabutan sebagian atau seluruh alis mata dan menggantinya dengan lukisan alis mata menggunakan eyebrow pencil atau crayon-krim yang dipadatkan (Tranggono, 1998).
e) Bedak (Face powder)
Ada dua bentuk face powder, yaitu :
1. Loose powder (bedak bubuk)
2. Compact powder (bedak padat)
Face powser berisi bahan –bahan dasar dengan sifat-sifat penutupyang paling efektif, yaitu zinc oxide dan titan dioxide, yang daya penutupnya tidak menurun jika terkena air atau petroletum (Tranggono, 1998).
f) Cat kuku (Nail Lacquer)
Bahan utama cat kuku bukan zat pewarna melainkan bahan pembentuk lapisan film yang tak tembus air dan udara serta jenis-jenis resin (Tranggono, 1998).
g) Lipstik
Lipstik adalah produk kosmetik yang paling luas digunakan. Di amerika, semua wanita sudah memakai lipstik, sehingga hanya pertambahan penduduklah yang dapat meningkatkan pasaran lipstik (Tranggono, 1998).
Lipstik adalah make-up bibir yang anatomis dan fisiologisnya berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya, stratum corneum-nya sangat tipis dan dermisnya tidak mengandung kelenjar keringat maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah terutama jika dalam udara yang dingin dan kering. Hanya air liur yang merupakan pembasah alami untuk bibir (Tranggono, 1998).
Persyaratan lipstik
Persyaratan lipstik yang dituntut oleh m asyrakat, antara lain :
1. Melapisi bibir secara mencukupi
2. Dapat bertahan di bibir selama mungkin
3. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket
4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.
5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
6. Memberikan warna yang merata pada bibir
7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya
8. Tidak menetaskan menyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperllihatkan hal-hal lain yang tidak menarik (Tranggono, 1998).
Komposisi lipstik :
1. Lilin
Komponen ini merupakan bahan perekatnya yang akan menghasilkan struktur kristal yang kuat. Hal ini merupakan unsur utama untuk membuat lipstik yang baik. Malam yang paling umum digunakan adalah Candelilla, Carnauba dan Beeswax. Semuanya adalah malam alami. Candelilla dan Carnauba akan menghasilkan perekatan dan kilau yang kuat. Tetapi jika terlalu banyak akan membuat lipstik menjadi rapuh, mudah patah. Beeswax sangat baik untuk mencegah kerutan. Konsentrasi malam dalam produk dapat bervariasi tergantung pada seberapa padat produk akhirnya dan berapa harganya. Biasanya berkisar antara 10-25% tergantung pada kekerasan dan titik lebur malam yang dipilih. Pengurangan jumlah malam akan membawa produk lebih ke arah jenis lip gloss (Hudayanti, 2009). Misalnya : carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beeswax, candelllila wax, spermaceti, ceresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik (Tranggono, 1998).
2. Minyak
Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya melarutkan zat-zat warna oesin. Misalnya, minyak castor, tetrahydrofurfuryl alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol beserta monoethers dan monofatty acid esternya, isopropyl myristate, butyl stearate, paraffin oil.
Pelarut utama dalam lipstik yaitu minyak. Biasanya adalah minyak kastor yang merupakan minyak nabati. Tetapi tergantung pada jenis produknya, dapat juga berupa minyak mineral atau minyak lanolin atau juga pelarut lain yang akan bercampur dengan baik dengan komponen lain serta pewarnanya. Konsentrasi komponen lain dihitung dari jumlah pelarut utama yang digunakan. Selain itu yang perlu diketahui juga adalah produk yang menggunakan minyak mineral akan kurang berkilau dibandingkan dengan yang menggunakan minyak nabati (Hudayanti, 2009).
3. Lemak
Misalnya:krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya hydrogenated castor oil), cetyl alcohol, lanolin (Tranggono, 1998).
4. Acetoglycerides
Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik sehingga meskipun temperatur berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan (Tranggono, 1998).
5. Zat-zat pewarna (Coloring agents)
Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutannya dalam minyak. Pelarut terbaik untuk eosin adalah castor oil. Tetapi furfuryl alcohol besrta ester-esternya, terutama stearat dan ricinoleat, memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid alkylolamides, jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang sangat intensif pada bibir (Tranggono, 1998).
Umumnya suatu sediaan dapat memiliki warna karena :
• Pigmen alam
Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara alamiah, misalnya alumunium silikat, yang warnanya tergantung pada kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning oker, cokelat, merah bata, cokelat tua). Zat warna murni ini, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks. Warnanya tidak seragam, tergantung asalnya, dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru (Tranggono, 1998).
• Pigmen sintetis
Dewasa ini, besi oksida dan oker sintetis sering menggantiokan zat warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan macam-macam violet (Tranggono, 1998).
Pigmen sintetis putih seperti Zinc Oxide dan titanium oxide termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc oxide tidak hanya memainkan suatu peran besar dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat kosmetik dan farmasi lainnya (Tranggono, 1998).
Bismuth carbonate kadang-kadang digunakan sebagai pigmen putih, sedangkan bismuth oxychloride umum digunakan untuk warna putih mutiara.
Sejumlah senyawa cobalt digunakan sebagai pigmen sintetis warna biru, khususnya warna cobalt dan ultramarine. Cobalt hijau adalah pigmen hijau yang kebiru-biruan (Tranggono, 1998).
Sejumlah zat warna asal coal-tar juga diklasifikasikan sebagai pigmen sintetis. Daya larutnya dalam air, alkohol, dan minyak rendah sehingga umumnya hanya digunakan dalam bentuk bubuk padat yang terdispersi halus. Satu wakilnya yang penting adalah indanthrene blue (Tranggono, 1998).
Banyak pigmen sintetis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetika karena toksis, misalnya cadmium sulfide dan prussian blue (Tranggono, 1998).
• Reaksi karamelisasi
Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan. Reaksi ini akan memberikan warna cokelat sampai kehitaman, contohnya pada kembang gula karamel, atau pada roti bakar.
• Reaksi Maillard
Reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi, reaksi ini memberikan warna gelap misalnya pada susu bubuk yang disimpan lama.
Reaksi senyawa organik dengan udara (oksidasi) yang menghasilkan warna hitam, misalnya warna gelap atau hitam pada permukaan buah-buahan yang telah dipotong dan dibiarkan di udara terbuka beberapa waktu. Reaksi ini dipercepat oleh adanya kontak dengan oksigen (Tranggono, 1998).
Di Indonesia peraturan peggunaan zat pewarna sintetik baru dibuat pada tanggal 22 Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73, sedangkan di Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetis sudah dikeluarkan sejak tahun 1906. Peraturan ini dikenal dengan Food and Drug Act (FDA) yang mengizinkan penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetis, yaitu orange no. 1, erythrosin, ponceau 3R, amaranth, indigotine, napthol-yellow, dan light green (Tisafitrira, 2009).
Sejak itu banyak pewarna lain yang mendapat izin untuk digunakan pada bahan makanan setelah mengalami berbagai pengujian fisiologis. Pada tahun 1938 FDA disempurnakan menjadi Food, Drug, and Cosmetic Act (FD & C). Sejak itu zat pewarna sintetis dibagi menjadi tiga kelompok :
• FD & C color, untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik;
• D & C, untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak dapat digunakan untuk makanan;
• Ext D & C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan kosmetik dalam jumlah yang dibatasi.
Sistem penomoran zat pewarna sintetis pun mulai diterapkan, misalnya amaranth menjadi FD & C Red no. 2. Contoh pewarna sintetis yang bisa digunakan pada bahan makanan : FD & C Red No. 2, FD & C Yellow No. 5 (Tartrazine), FD & C Yellow No 6 (Sunset Yellow), FD & C Red No 4 (Panceau SX), FD & C Blue No. 1 (Brilliant Blue), FD & C Green No. 3 (Fast Green), dll. (Handri/berbagai sumber) (Tisafitrira, 2009).
Perundangan FDA mengenai pengaturan pewarna buatan tercantum dalam “The FD&C Act Section 721(c) [21 U.S. C. 379e(c)] and color additive regulations [21 CFR Parts 70 and 80]” dalam peraturan tersebut pewarna sintesis terbagi menjadi dua kategori : warna dasar dan lake.
Warna – warna subjek yang di sertifikasi, warna-warna ini adalah turunan dari petroleum yang biasa disebut sebagai pewarna coal-tar atau pewarna sintetik organic. (catatan: warna-warna coal-tar adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih senyawa yang berasal dari turunan coal-tar. (See Federal Register, May 9, 1939, page 1922.).
Sekarang kebanyakan senyawa pewarna beerasal dari golongan ini.
Pengecualian dalam kasus penggunaan pewarna coal-tar dalam pewarna rambut, warna tersebut tidak boleh digunakan jika tidak memiliki sertifikat analisis FDA dalam tiap batch-nya. Analisis komposisi dan kemurnian pewarna ini harus dilakukan dalam lab FDA. Jika tidak memiliki sertifikat FDA, jangan digunakan (Tisafitrira, 2009)
Gambar 1 kombinasi Warna
(Tisafitrira, 2009)
6. Surfaktan
Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat
7. Antioksidan
8. Bahan pengawet
Pengawet yang berupa senyawa larut dalam minyak misalnya propil paraben atau fenoksietanol. Ada juga senyawa larut dalam minyak seperti vitamin A, E, B, dan C yang berfungsi sebagai antioksidan dan senyawa penjerap radikal bebas. Senyawa-senyawa ini digunakan masing-masing sekitar 0,5% tergantung pada sifat produk yang tertulis pada labelnya. Terdapat juga pewangi yang bisa sebagai karakteristik mereknya atau digunakan pada tingkat rendah hanya untuk menutupi rasa dan bau malamnya. Ada lagi aroma yang membuat produk lebih disukai ketika digunakan. Bisa bermacam-macam tergantung pada jenis, harga, dan kualitas aroma yang dipilih (Hudayanti, 2009).
9. Bahan pewangi (Fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring), harus menutupi bau dan rasa kurangs edap dari lemak-lemak dalam lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan (Trianggono, 1998).
Tiga contoh formulasi :
Formulasi I II III
Carnauba wax 4 4,2 -
Spermaceti - - 9,4
Ozokerite 12 8 22,5
Beeswax 14 4 2,1
Castor oil 14 - -
Fatty acid monoethanolamides - 30 -
Pelarut zat warna 5 - -
Eutanol G atau satol - - 12,6
Paraffin oil - 29,3 -
Cocoa butter - 5,5 -
Cetyl alkohol - - 0,15
Oleyl alkohol - 7 -
Lanolin, anhydrous - 10 1,57
Cholesterol - - 0,15
Petrolatum, white, short fiber - - 23,8
Glyceryl monostearate SE - - 3,15
Acetoglyceride (-7OC) 16 - -
Acetoglyceride (-31OC) 19 - -
Lakes 14 11,5 15,7
Carmin nacarate - - 1
Eosin acid 3 4 2,4
Oil soluble dye - - 1,57
Perfume oil - 0,5 0,8
Keterangan :
I : Keithler
II : Janystin
III: Rothemann (Trianggono, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
Oleh Retno I.S.Tranggono
Buku Pegangan: Ilmu Pengetahuan Kosmetik
Gramedia pustaka utama
Dwi Hudiyanti,
Lipstik, bukan sekedar warna
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_material/lipstik-bukan-sekedar-warna/
Tisafitrira, 2009 pewarna kosmetik sintetik
http://mbokjamustory.blogspot.com/2008/08/pewarna-kosmetik-sintetik.html
Stialani, Riska. 2009.TUGAS ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK
PRESERVATIF DALAM KOSMETIK
“FORMALDEHID”
http://adelaideku.blogspot.com/2009/01/fileetugas20ask20fix.html
I. Pengertian Kosmetik
Menurut peraturan menteri kesehatan RI No. 220/ Menkes/ Per/XI/76, tanggal 6 September 1976 menyatakan bahwa: “Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan, dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan, memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa dan tidak termasuk golongan obat”.
Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk memperbaiki penampilan. prinsip dasar manfaat kosmetik adalah untuk menghilangkan kotoran kulit, mempercantik dengan pewarnaan kulit sesuai yang diinginkan, mempertahankan komposisi cairan kulit, melindungi paparan sinar ultra violet, dan memperlambat timbulnya kerutan. Setiap komponen di dalam kosmetik akan mengadakan ikatan kimiawi terhadap sesama bahan kandungannya. Ikatan molekul kimia dapat berupa ikatan ion (ikatan antara dua muatan yang berbeda) atau ikatan kovalen (ikatan dengan muatan yang sama). Hal ini penting untuk diketahui karena elemen kimia dapat terdiri dari unsur logam atau non logam. Pada pemakaian suatu kosmetik, kalau tidak hati-hati, kekuatan ikatan kimia ini akan berpengaruh pada kondisi kulit, bahkan bisa mempunyai manifestasi negatif terutama bagi seseorang yang sangat sensitif terhadap salah satu dari kandungan bahan tersebut (Stialani, 2009).
II. Jenis Kosmetik
Beberapa Jenis kosmetik, antara lain :
a) Perona pipi
Produk ini bertujuan memerahkan pipi, sehingga penggunaannya tampak lebih cantik dan lebih segar. Kadang-kadang dipakai langsung, tetapi lebih sering sebagai foundation. Perona ini dipasarkan dalm berbagai bentuk :
1. Loose atau compact powders
Bentuk ini adalah bentuk yang paling sederhana, berisi pigmen dan lakes dalam bentuk kering, diencerkan dengan bahan-bahan powder standar seperti talcum, zinc stearat, dan magnesium karbonat. Kandungan pigemn biasanya 5 – 20% (Tranggono, 1998).
2. Fat-based make-up
3. Emulsi cair dan krim
Popularitas tipe ini (terutama yang emulsi cair) adalah berkat popularitas liquid foundation make-up. Bedak cair dan rounge cair pada foundation yang masih kering di kulit pipi (Tranggono, 1998).
4. Cairan jernih
5. Gel (Tranggono, 1998).
b) Eye Shadow
Tujuan dari pemakaian preparat ini adalah untuk mengaksentuasikan mata, membuat putih biji mata tampak lebih cemerlang. Preparat ini digunakan pada kulit didekat mata, biasanya pada kelopak mata atas. Warna-warnanya mulai dari gray-blue, gray-green, sampai olive green (Tranggono, 1998).
c) Maskara
Pemakaian maskara kurang kentara dibandingkan eyeshadow, tetapi di Eropa pemakainnya lebih luas. Tujuan pemakaian maskara adalah untuk menghitamkan bulu mata, kadang-kadang juga alis mata. Maskara sebetulnya adalah cet rambut (hairdye) untuk bulu mata. Bentuknya ada beberapa macam:
1. Cake maskara
Preparat jenis ini terdiri dari campuran zat pewarna, lemak-lemak, waxes, serta bahan-bahan emulgator oil-in-water. Preparat ini digunakan dengan menggunakan sikat basah (Tranggono, 1998).
2. Cream maskara (anhydrous)
3. Cream maskara (emulsified)
Disini bahan dasar (basis) biasanya adalah krim oil-in-water dari tipe stearat atau glyceryl monostearat (Tranggono, 1998).
4. Liquid mascara
Formulasi ini didasarkan pada aqueous mucilages dari gum tragacanth, quince seed, dan mucin-mucin lainnya. Formulasi ini tidak begitu bermanfaat karena mudah larut dalam air sehingga mudah terhapus oleh perspirasi atau air mata (Tranggono, 1998).
d) Pensil Alis
Bentuk atau ketebalan alis yang diinginkan diperoleh dengan pencabutan sebagian atau seluruh alis mata dan menggantinya dengan lukisan alis mata menggunakan eyebrow pencil atau crayon-krim yang dipadatkan (Tranggono, 1998).
e) Bedak (Face powder)
Ada dua bentuk face powder, yaitu :
1. Loose powder (bedak bubuk)
2. Compact powder (bedak padat)
Face powser berisi bahan –bahan dasar dengan sifat-sifat penutupyang paling efektif, yaitu zinc oxide dan titan dioxide, yang daya penutupnya tidak menurun jika terkena air atau petroletum (Tranggono, 1998).
f) Cat kuku (Nail Lacquer)
Bahan utama cat kuku bukan zat pewarna melainkan bahan pembentuk lapisan film yang tak tembus air dan udara serta jenis-jenis resin (Tranggono, 1998).
g) Lipstik
Lipstik adalah produk kosmetik yang paling luas digunakan. Di amerika, semua wanita sudah memakai lipstik, sehingga hanya pertambahan penduduklah yang dapat meningkatkan pasaran lipstik (Tranggono, 1998).
Lipstik adalah make-up bibir yang anatomis dan fisiologisnya berbeda dari kulit bagian badan lainnya. Misalnya, stratum corneum-nya sangat tipis dan dermisnya tidak mengandung kelenjar keringat maupun kelenjar minyak, sehingga bibir mudah kering dan pecah-pecah terutama jika dalam udara yang dingin dan kering. Hanya air liur yang merupakan pembasah alami untuk bibir (Tranggono, 1998).
Persyaratan lipstik
Persyaratan lipstik yang dituntut oleh m asyrakat, antara lain :
1. Melapisi bibir secara mencukupi
2. Dapat bertahan di bibir selama mungkin
3. Cukup melekat pada bibir, tetapi tidak sampai lengket
4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.
5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
6. Memberikan warna yang merata pada bibir
7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya
8. Tidak menetaskan menyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau berbintik-bintik, atau memperllihatkan hal-hal lain yang tidak menarik (Tranggono, 1998).
Komposisi lipstik :
1. Lilin
Komponen ini merupakan bahan perekatnya yang akan menghasilkan struktur kristal yang kuat. Hal ini merupakan unsur utama untuk membuat lipstik yang baik. Malam yang paling umum digunakan adalah Candelilla, Carnauba dan Beeswax. Semuanya adalah malam alami. Candelilla dan Carnauba akan menghasilkan perekatan dan kilau yang kuat. Tetapi jika terlalu banyak akan membuat lipstik menjadi rapuh, mudah patah. Beeswax sangat baik untuk mencegah kerutan. Konsentrasi malam dalam produk dapat bervariasi tergantung pada seberapa padat produk akhirnya dan berapa harganya. Biasanya berkisar antara 10-25% tergantung pada kekerasan dan titik lebur malam yang dipilih. Pengurangan jumlah malam akan membawa produk lebih ke arah jenis lip gloss (Hudayanti, 2009). Misalnya : carnauba wax, paraffin waxes, ozokerite, beeswax, candelllila wax, spermaceti, ceresine. Semuanya berperan pada kekerasan lipstik (Tranggono, 1998).
2. Minyak
Fase minyak dalam lipstik dipilih terutama berdasarkan kemampuannya melarutkan zat-zat warna oesin. Misalnya, minyak castor, tetrahydrofurfuryl alcohol, fatty acid alkylolamides, dihydric alcohol beserta monoethers dan monofatty acid esternya, isopropyl myristate, butyl stearate, paraffin oil.
Pelarut utama dalam lipstik yaitu minyak. Biasanya adalah minyak kastor yang merupakan minyak nabati. Tetapi tergantung pada jenis produknya, dapat juga berupa minyak mineral atau minyak lanolin atau juga pelarut lain yang akan bercampur dengan baik dengan komponen lain serta pewarnanya. Konsentrasi komponen lain dihitung dari jumlah pelarut utama yang digunakan. Selain itu yang perlu diketahui juga adalah produk yang menggunakan minyak mineral akan kurang berkilau dibandingkan dengan yang menggunakan minyak nabati (Hudayanti, 2009).
3. Lemak
Misalnya:krim kakao, minyak tumbuhan yang sudah dihidrogenasi (misalnya hydrogenated castor oil), cetyl alcohol, lanolin (Tranggono, 1998).
4. Acetoglycerides
Direkomendasikan untuk memperbaiki sifat thixotropik batang lipstik sehingga meskipun temperatur berfluktuasi, kepadatan lipstik konstan (Tranggono, 1998).
5. Zat-zat pewarna (Coloring agents)
Zat pewarna yang dipakai secara universal di dalam lipstik adalah zat warna eosin yang memenuhi dua persyaratan sebagai zat warna untuk lipstik, yaitu kelekatan pada kulit dan kelarutannya dalam minyak. Pelarut terbaik untuk eosin adalah castor oil. Tetapi furfuryl alcohol besrta ester-esternya, terutama stearat dan ricinoleat, memiliki daya melarutkan eosin yang lebih besar. Fatty acid alkylolamides, jika dipakai sebagai pelarut eosin, akan memberikan warna yang sangat intensif pada bibir (Tranggono, 1998).
Umumnya suatu sediaan dapat memiliki warna karena :
• Pigmen alam
Pigmen alam adalah pigmen warna pada tanah yang memang terdapat secara alamiah, misalnya alumunium silikat, yang warnanya tergantung pada kandungan besi oksida atau mangan oksidanya (misalnya kuning oker, cokelat, merah bata, cokelat tua). Zat warna murni ini, sama sekali tidak berbahaya, penting untuk mewarnai bedak-krim dan make-up sticks. Warnanya tidak seragam, tergantung asalnya, dan pada pemanasan kuat menghasilkan pigmen warna baru (Tranggono, 1998).
• Pigmen sintetis
Dewasa ini, besi oksida dan oker sintetis sering menggantiokan zat warna alam. Warnanya lebih intens dan lebih terang. Pilihan warnanya antara lain kuning, coklat sampai merah, dan macam-macam violet (Tranggono, 1998).
Pigmen sintetis putih seperti Zinc Oxide dan titanium oxide termasuk dalam kelompok zat pewarna kosmetik yang terpenting. Zinc oxide tidak hanya memainkan suatu peran besar dalam pewarnaan kosmetik dekoratif, tetapi juga dalam preparat kosmetik dan farmasi lainnya (Tranggono, 1998).
Bismuth carbonate kadang-kadang digunakan sebagai pigmen putih, sedangkan bismuth oxychloride umum digunakan untuk warna putih mutiara.
Sejumlah senyawa cobalt digunakan sebagai pigmen sintetis warna biru, khususnya warna cobalt dan ultramarine. Cobalt hijau adalah pigmen hijau yang kebiru-biruan (Tranggono, 1998).
Sejumlah zat warna asal coal-tar juga diklasifikasikan sebagai pigmen sintetis. Daya larutnya dalam air, alkohol, dan minyak rendah sehingga umumnya hanya digunakan dalam bentuk bubuk padat yang terdispersi halus. Satu wakilnya yang penting adalah indanthrene blue (Tranggono, 1998).
Banyak pigmen sintetis yang tidak boleh dipakai dalam preparat kosmetika karena toksis, misalnya cadmium sulfide dan prussian blue (Tranggono, 1998).
• Reaksi karamelisasi
Reaksi karamelisasi yang timbul bila gula dipanaskan. Reaksi ini akan memberikan warna cokelat sampai kehitaman, contohnya pada kembang gula karamel, atau pada roti bakar.
• Reaksi Maillard
Reaksi Maillard, yaitu reaksi antara gugus amino protein dengan gugus karbonil gula pereduksi, reaksi ini memberikan warna gelap misalnya pada susu bubuk yang disimpan lama.
Reaksi senyawa organik dengan udara (oksidasi) yang menghasilkan warna hitam, misalnya warna gelap atau hitam pada permukaan buah-buahan yang telah dipotong dan dibiarkan di udara terbuka beberapa waktu. Reaksi ini dipercepat oleh adanya kontak dengan oksigen (Tranggono, 1998).
Di Indonesia peraturan peggunaan zat pewarna sintetik baru dibuat pada tanggal 22 Oktober 1973 melalui SK Menkes RI No. 11332/A/SK/73, sedangkan di Amerika Serikat aturan pemakaian pewarna sintetis sudah dikeluarkan sejak tahun 1906. Peraturan ini dikenal dengan Food and Drug Act (FDA) yang mengizinkan penggunaan tujuh macam zat pewarna sintetis, yaitu orange no. 1, erythrosin, ponceau 3R, amaranth, indigotine, napthol-yellow, dan light green (Tisafitrira, 2009).
Sejak itu banyak pewarna lain yang mendapat izin untuk digunakan pada bahan makanan setelah mengalami berbagai pengujian fisiologis. Pada tahun 1938 FDA disempurnakan menjadi Food, Drug, and Cosmetic Act (FD & C). Sejak itu zat pewarna sintetis dibagi menjadi tiga kelompok :
• FD & C color, untuk makanan, obat-obatan, dan kosmetik;
• D & C, untuk obat-obatan dan kosmetik (tidak dapat digunakan untuk makanan;
• Ext D & C yang diizinkan untuk dipakai pada obat-obatan dan kosmetik dalam jumlah yang dibatasi.
Sistem penomoran zat pewarna sintetis pun mulai diterapkan, misalnya amaranth menjadi FD & C Red no. 2. Contoh pewarna sintetis yang bisa digunakan pada bahan makanan : FD & C Red No. 2, FD & C Yellow No. 5 (Tartrazine), FD & C Yellow No 6 (Sunset Yellow), FD & C Red No 4 (Panceau SX), FD & C Blue No. 1 (Brilliant Blue), FD & C Green No. 3 (Fast Green), dll. (Handri/berbagai sumber) (Tisafitrira, 2009).
Perundangan FDA mengenai pengaturan pewarna buatan tercantum dalam “The FD&C Act Section 721(c) [21 U.S. C. 379e(c)] and color additive regulations [21 CFR Parts 70 and 80]” dalam peraturan tersebut pewarna sintesis terbagi menjadi dua kategori : warna dasar dan lake.
Warna – warna subjek yang di sertifikasi, warna-warna ini adalah turunan dari petroleum yang biasa disebut sebagai pewarna coal-tar atau pewarna sintetik organic. (catatan: warna-warna coal-tar adalah senyawa yang mengandung satu atau lebih senyawa yang berasal dari turunan coal-tar. (See Federal Register, May 9, 1939, page 1922.).
Sekarang kebanyakan senyawa pewarna beerasal dari golongan ini.
Pengecualian dalam kasus penggunaan pewarna coal-tar dalam pewarna rambut, warna tersebut tidak boleh digunakan jika tidak memiliki sertifikat analisis FDA dalam tiap batch-nya. Analisis komposisi dan kemurnian pewarna ini harus dilakukan dalam lab FDA. Jika tidak memiliki sertifikat FDA, jangan digunakan (Tisafitrira, 2009)
Gambar 1 kombinasi Warna
(Tisafitrira, 2009)
6. Surfaktan
Surfaktan kadang-kadang ditambahkan dalam pembuatan lipstik untuk memudahkan pembasahan dan dispersi partikel-partikel pigmen warna yang padat
7. Antioksidan
8. Bahan pengawet
Pengawet yang berupa senyawa larut dalam minyak misalnya propil paraben atau fenoksietanol. Ada juga senyawa larut dalam minyak seperti vitamin A, E, B, dan C yang berfungsi sebagai antioksidan dan senyawa penjerap radikal bebas. Senyawa-senyawa ini digunakan masing-masing sekitar 0,5% tergantung pada sifat produk yang tertulis pada labelnya. Terdapat juga pewangi yang bisa sebagai karakteristik mereknya atau digunakan pada tingkat rendah hanya untuk menutupi rasa dan bau malamnya. Ada lagi aroma yang membuat produk lebih disukai ketika digunakan. Bisa bermacam-macam tergantung pada jenis, harga, dan kualitas aroma yang dipilih (Hudayanti, 2009).
9. Bahan pewangi (Fragrance) atau lebih tepat bahan pemberi rasa segar (flavoring), harus menutupi bau dan rasa kurangs edap dari lemak-lemak dalam lipstik dan menggantinya dengan bau dan rasa yang menyenangkan (Trianggono, 1998).
Tiga contoh formulasi :
Formulasi I II III
Carnauba wax 4 4,2 -
Spermaceti - - 9,4
Ozokerite 12 8 22,5
Beeswax 14 4 2,1
Castor oil 14 - -
Fatty acid monoethanolamides - 30 -
Pelarut zat warna 5 - -
Eutanol G atau satol - - 12,6
Paraffin oil - 29,3 -
Cocoa butter - 5,5 -
Cetyl alkohol - - 0,15
Oleyl alkohol - 7 -
Lanolin, anhydrous - 10 1,57
Cholesterol - - 0,15
Petrolatum, white, short fiber - - 23,8
Glyceryl monostearate SE - - 3,15
Acetoglyceride (-7OC) 16 - -
Acetoglyceride (-31OC) 19 - -
Lakes 14 11,5 15,7
Carmin nacarate - - 1
Eosin acid 3 4 2,4
Oil soluble dye - - 1,57
Perfume oil - 0,5 0,8
Keterangan :
I : Keithler
II : Janystin
III: Rothemann (Trianggono, 1998).
DAFTAR PUSTAKA
Oleh Retno I.S.Tranggono
Buku Pegangan: Ilmu Pengetahuan Kosmetik
Gramedia pustaka utama
Dwi Hudiyanti,
Lipstik, bukan sekedar warna
http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/kimia_material/lipstik-bukan-sekedar-warna/
Tisafitrira, 2009 pewarna kosmetik sintetik
http://mbokjamustory.blogspot.com/2008/08/pewarna-kosmetik-sintetik.html
Stialani, Riska. 2009.TUGAS ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK
PRESERVATIF DALAM KOSMETIK
“FORMALDEHID”
http://adelaideku.blogspot.com/2009/01/fileetugas20ask20fix.html
Langganan:
Postingan (Atom)